Sukses

Peran Psikolog di Pesantren Inklusif Takwinul Ummah

Pesantren inklusif Takwinul Ummah Karawang berdiri dengan berbagai dukungan. Salah satunya dukungan dari psikolog pendidikan yang turut serta memberikan masukan-masukan pada pendiri yayasan yaitu R. Ismail Prawira Kusuma.

Liputan6.com, Jakarta Pesantren inklusif Takwinul Ummah Karawang berdiri dengan berbagai dukungan. Salah satunya dukungan dari psikolog pendidikan yang turut serta memberikan masukan-masukan pada pendiri yayasan yaitu R. Ismail Prawira Kusuma.

Salah satu psikolog bernama Mego Husodo secara rutin satu bulan satu kali memberikan seminar atau ceramah pada para santri. Ia kerap memberikan materi tentang bagaimana remaja muslim harus bersikap dan berusaha menjauhi pergaulan di luar seperti pacaran.

Mego sudah kenal lama dengan Ismail, mereka sering mengisi ceramah di beberapa majelis. Kontribusi psikolog ini pun dilakukan sejak dibangunnya SMP Islam Takwinul Ummah dua tahun lalu. Menurutnya, inklusivitas di lingkungan yayasan sudah terasa.

“Satu tahun mungkin penyesuaian, dua tahun ini sudah mulai terasa. Permasalahan yang muncul sebagai bentuk pembelajaran yang mereka harus dapatkan,” ujar Mego ketika ditemui di Karawang, Senin (13/1/2020) lalu.

Pemberian materi kepada anak-anak adalah keinginan Mego sendiri sebagai pendampingan dan tanggungjawab moral. Selain di Yayasan Takwinul Ummah, Mego juga biasa mengisi materi di yayasan serupa.

“Pekerjaan setiap hari juga salah satunya seperti ini,” ujar konsultan psikologi itu.

Mego berharap, yayasan ini dapat menampung dan memfasilitasi mereka yang kurang mampu. Yayasan ini juga diharapkan dapat melahirkan generasi-generasi terbaik dari latar belakang yang sedikit disepelekan masyarakat.

“Hari ini banyak orang berilmu tapi mereka kurang bermoral. Semoga ada muncul satu dua yang dari Takwinul Ummah ini menjadi pribadi Islami dan berkarakter islami juga,” katanya.

2 dari 3 halaman

Kurangnya Ekonomi Merupakan Salah Satu Bentuk Disabilitas

Mego menyebutkan, kurangnya ekonomi adalah salah satu bentuk disabilitas. Kondisi ini juga dapat disebut disabilitas ekonomi. Menurutnya, akhir-akhir ini banyak pondok pesantren yang membutuhkan banyak biaya untuk dimasuki.

Lain halnya dengan Takwinul Ummah, di pesantren ini semua anak tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun. Bagi Mego, tentu hal ini sangat membantu. Namun, anak-anak harus tetap diarahkan menjadi pribadi yang baik.

“Jangan pernah tidak bersyukur dan tidak yakin dengan apa yang Allah berikan. Karena setiap Allah menciptakan mahluk, pasti selalu ada tujuannya,” ujar Mego.

3 dari 3 halaman

Memiliki Anak Down Syndrome

Mego berkisah, ia juga memiliki anak dengan down syndrome. Kini anak kelimanya itu berusia 6 tahun.

“Saya yakin ini rencana Allah, ada kebaikan yang MasyaAllah luar biasa di sana. Tinggal kita menyikapinya bahwa ini kebaikan atau ini keburukan. Ujung dari semua itu adalah mindset. Jadi sebenarnya orang-orang yang mengalami disabilitas jika mereka melihatnya dari sisi yang positif mereka akan mensyukurinya,” ujarnya.

Mego menambahkan,orangtua yang dikaruniai anak dengan kondisi yang berbeda atau special, sebenarnya Allah sedang memberikan suatu kebaikan. Ada sisi lain dalam hidup yang menjadi lebih baik, kadang ekonominya dimudahkan, kadang saudara anak tersebut sekolahnya dilancarkan, namun kadang tidak semua orang sadar akan hal itu.

“Anak itu amanah bukan kebanggaan. Jika kita yakin bahwa anak itu amanah maka yang muncul pertama kali adalah cinta. Saya tidak pernah muluk-muluk di masa depan anak saya menjadi apa,” katanya.

Mego meyakini bahwa Sang Pencipta menciptakan anaknya untuk menjaga keihlasan dan kesabaran. Bahkan ia banyak belajar dari anak kelimanya. Menurutnya, anak dengan down syndrome selalu tersenyum dan ceria.

“Mendengar anak saya bicara, ‘Ayah, aku ikut’ itu kebanggaannya dua kali lipat dibanding mendengar anak biasa yang mengucapkan kalimat yang sama,” ujar Mego.

Mego pun berencana memasukkan anak kelimanya ke sekolah khusus. Ia berharap, anaknya dapat berpikir bahwa hidup memiliki banyak arti. Pria ini pun memiliki keinginan besar untuk membuat sebuah pesantren yang khusus menerima anak-anak spesial. Sejauh ini, pesantren semacam itu belum ia temukan.