Sukses

Memetik Pelajaran Berharga dari Redupnya Film I’M STAR

Nama I’M STAR selain digunakan untuk rumah kerja dan band disabilitas, juga digunakan untuk judul film. Indah Prabowo, salah satu pendiri I’M STAR berkisah tentang pengalaman membuat film.

Liputan6.com, Jakarta Nama I’M STAR selain digunakan untuk rumah kerja dan band disabilitas, juga digunakan untuk judul film. Indah Prabowo, salah satu pendiri I’M STAR berkisah tentang pengalaman membuat film.

Menurut Indah, film ini disutradarai oleh Damien Dematra. Berlatar belakang seorang rekan dokter yang mengusulkan untuk membuat film tentang anak dengan disabilitas.

Proses pengambilan gambar dilakuakan pada 2012 dan tayang pada 4 Juli 2013. Film ini dibintangi langsung oleh Arya, Abhy, dan beberapa penyandang autisme lainnya. Arya adalah anak Indah sedang Abhy adalah anak Dewi yang juga salah satu pendiri I’M STAR.

Produksi film menghabiskan dana sebesar Rp500 juta. Namun, film ini ternyata kurang sukses di bioskop. “Ada yang hanya seminggu bahkan empat hari saja di bioskop,” ujar Indah ketika ditemui di I’M STAR Bintaro, Tangerang Selatan.

Tiket tidak banyak terjual. Padahal, target penjualannya adalah 10.000 tiket. Dengan demikian pihak Indah harus mengganti biaya produksi.

“Kami sampai pusing memikirkan hal tersebut. Tapi untungnya Tuhan maha membantu segala hal yang kami tidak mampu. Akhirnya kami bekerjasama dengan pemerintah Jakarta untuk memutar film dan nonton bareng.”

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Bantuan Pemerintah

Film diputar selama satu bulan dengan bantuan dari pemerintah dan penyedia teater. Tiket pun berhasil terjual sekitar 8.800 lembar. Dalam kurun waktu satu setengah tahun, Indah dan kawan-kawan sudah bisa membayar biaya produksi.

Di balik rintangan tersebut, film ini mencoba menyampaikan pesan positif tentang disabilitas. Film I’M STAR bercerita tentang anak-anak autis yang masuk ke sekolah inklusif.

Berdasar pada Permen Diknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusi yang mewajibkan setiap daerah memiliki sekolah inklusi. Sekaligus menyukseskan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional.

Diambil dari kisah nyata tetang perjuangan anak-anak autis yang disekelaskan dengan anak-anak regular. Mereka mendapatkan bully namun dibantu oleh ketua OSIS di sekolah tersebut.

“Sejak saat itu, kami lebih berpikir terlebih dahulu sebelum bekerjasama dengan siapa pun,” pungkasnya.