Sukses

Sepenggal Cerita di Balik Gerakan Tangan Juru Bahasa Isyarat

Andhika Pratama adalah juru bahasa isyarat yang telah terjun ke dunia tersebut sekitar tiga tahun lalu. Kini, pergaulannya meluas hingga ke teman-teman disabilitas khususnya penyandang tuli.

Liputan6.com, Jakarta Andhika Pratama adalah juru bahasa isyarat yang telah terjun ke dunia tersebut sekitar tiga tahun lalu. Kini, pergaulannya meluas hingga ke teman-teman disabilitas khususnya penyandang tuli.

Setelah diterima bekerja di Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat atau PLJ, mahasiswa tingkat akhir ini sering ditunjuk untuk mengisi berbagai acara. Mulai dari acara sosialisasi hingga acara-acara besar.

“Contohnya, Indonesian Development Forum yang diselenggarakan oleh Australian Embassy, Rapat Persiapan Hari Disabilitas Nasional bersama Kementerian Sosial, dan kegiatan-kegiatan sosialisasi,” ujar Andhika ketika ditemui di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2020).

Menurutnya, pekerjaan seorang juru bahasa isyarat seluruhnya tergantung pada permintaan dan kebutuhan penggelar acara atau teman tuli.  Biasanya, penyelenggara menghubungi PLJ kemudian PLJ menghubungi juru bahasa yang bisa memenuhi permintaan.

Pria asal Jakarta ini menambahkan, pekerjaan juru bahasa isyarat bukan lah pekerjaan yang mudah. Apalagi jika pembicara menggunakan bahasa asing.

“Ini lebih menantang karena dari bahasa asing kita akan menerjemahkan di pikiran kita ke bahasa Indonesia dan setelah itu dialihkan lagi ke bahasa isyarat. Inputnya bahasa asing, prosesnya bahasa Indonesia, dan outputnya bahasa isyarat.”

Hal tersebut dapat menambah beban bagi juru bahasa isyarat. Apalagi jika juru bahasa isyaratnya tidak menguasai bahasa asing dengan baik atau hanya menguasai bahasa asing dasar.

2 dari 2 halaman

Persiapan Juru Bahasa Isyarat

Ketika seorang juru bahasa isyarat mendapatkan sebuah pekerjaan, mereka biasanya mencari informasi tentang acara tersebut secara rinci dan mendalam.

“Acaranya gimana, tempatnya di mana, dari jam berapa sampe jam berapa, tema dan topiknya tentang apa, pembicaranya siapa, tulinya siapa dan berapa orang. Informasi seperti itu akan memengaruhi kinerja kami,” kata Andhika.

Informasi-informasi ini berkaitan dengan jumlah juru bahasa isyarat yang dibutuhkan dalam satu acara. Untuk  acara berdurasi satu sampai dua jam, minimal membutuhkan dua orang juru bahasa isyarat yang bertugas secara bergantian.

Menurut kode etik juru bahasa isyarat internasional, seorang juru bahasa isyarat melakukan pekerjaannya paling ideal 25 menit dan maksimal 30 menit.

“Lebih dari 30 menit penjuru bahasaan yang terjadi adalah kacau. Kacaunya bisa dalam struktur bahasa sampai tidak dimengerti oleh teman tuli.”

Andhika berkisah, dirinya sempat menjadi juru bahasa isyarat selama empat hingga enam jam dalam satu acara. Itu adalah acara persiapan pementasan penyandang tuli. Kebetulan di sana ia adalah satu-satunya orang yang mengerti bahasa isyarat.

“Dua jam pertama masih bisa, satu jam berikutnya ada gejala telat masuk informasi atau telat menjuru bahasakan dan telat mencari konsepsi bahasa yang pas untuk teman tuli.”

Menurut pendapat pria yang hobi mendalang ini, walau bagaimanapun juru bahasa isyarat adalah manusia. Mereka memiliki titik jenuhnya sendiri.

“Sama seperti menggerakan tangan atau berbicara selama 6 jam non stop pasti terasa capeknya,” pungkasnya.