Sukses

Bicara Tentang Disabilitas dan Cinta di Kongkow Inklusif

Kongkow Inklusif, kegiatan rutin Koneksi Inklusif Indonesia (Konekin) kembali hadir. Tema yang diangkat kali ini seputar cinta dan disabilitas (Love and Disability).

Liputan6.com, Jakarta Kongkow Inklusif, kegiatan rutin Koneksi Inklusif Indonesia (Konekin) kembali hadir. Tema yang diangkat kali ini seputar cinta dan disabilitas (Love and Disability).

Dua pembicara dihadirkan dalam acara yang digelar di M Bloc Space Jakarta Selatan ini. Hana Madness, seniman sekaligus aktivis kesehatan mental dan Fanny Efrita, Talent Aquistion Thisable.

Hana menyandang disabilitas mental bipolar psikotik yang sering kali mendapatkan gejala waham delusi halusinasi ekstrim. Sedang, Fanny menyandang distorfi otot yang menyebabkan kaki kanannya bengkak.

Dalam keadaan tersebut, keduanya berhasil menemukan tambatan hati masing-masing. Hana dengan pasangannya yang akrab disapa Mas Cumi dan Fanny dengan Doni.

Ketika ditanya mengenai kehidupan percintaan, keduanya memiliki jawaban masing-masing. Pertanyaan pertama tentang percaya diri seorang difabel dalam mencari cinta.

“Rasa enggak percaya diri ada, tapi urat malu udah putus kayaknya karena support system sangat mendukung. Keluarga aku selalu menanamkan kepercayaan diri. Minder ada, dan kalau tentang jodoh aku mikir, pacaran doang bisa tapi kalau udah mau nikah yang harus ditanyakan apa keluaganya menerima atau enggak,” ujar Fanny, Sabtu Sore (15/2/2020).

Tak pernah ada niat menutupi disabilitas yang dimiliki, tambah Fanny. Ketika orang bertanya maka ia akan menjawab dan jika tidak, maka ia tak akan memulai menjelaskan keadaannya sendiri.

Perempuan berambut panjang ini mengaku selalu menjalin hubungan dengan non-disabilitas. Menurutnya, kejujuran dan keterbukaan sangatlah penting dalam memulai hubungan.

2 dari 2 halaman

Mas Cumi dan Hana

Hana memiliki jawaban lain, disabilitas mental yang disandang ia upamakan sebagai roller-coaster. Naik dan turunnya delusi dan halusinasi tak jarang membuatnya menyakiti diri.

Hal ini juga menyebabkan banyak pria yang tak bisa berlama-lama menjalin hubungan dengan perempuan pecinta seni visual ini. “Aku memaknai cinta secara universal, sekarang aku punya caregiver yang bisa dijadikan teman, orangtua, kakak, sekaligus pasangan hidup.”

Mas Cumi, seorang pria yang berhasil mengisi hati Hana. Beberapa kali ia sempat menyerah menghadapi keadaan perempuan bertato itu.

“Sekarang dia bisa duduk di depan, bicara dengan tenang dan pintar. Tapi nanti malam bisa saja dia jadi seseorang yang berbeda,” kata Mas Cumi.

Setelah menjalin hubungan sejak 2012 dengan berbagai rintangan, mereka akhirnya memutuskan menikah pada 2015.

“Dia itu bukan tipe aku, tapi kupikir dengan menikah aku bisa lari dari masa lalu aku. Akhirnya kami menikah dan rasa nyaman dan saling percaya itu perlahan datang,” ujar Hana.