Liputan6.com, Jakarta Lahir dengan kaki dan tangan yang tidak bisa digunakan membuat Robaba Mohammadi tak dapat bersekolah. Beruntung, saudaranya mengajarkan baca tulis hingga ia melek aksara. Kini, di usia 19, ia berhasil membuat pusat pengajaran difabel dari hasil menjual lukisan.
Dilansir dari channelnewsasia.com, menurut survei nasional 2015, sekitar 1,5 juta penduduk Afghanistan memiliki beberapa bentuk disabilitas, termasuk puluhan ribu orang yang menderita cedera akibat ranjau darat.
Sedang, Robaba lahir dengan disabilitas fisik permanen yang membuatnya tidak bisa menggunakan anggota tubuh. Sekarang ia menyandang kondisi degeneratif yang disebut arthrosis.
Advertisement
"Karena disabilitas, saya bahkan tidak pernah bisa bersekolah," katanya, seraya menambahkan bahwa ia memandang dengan iri ketika saudara-saudaranya pergi untuk mendapatkan pendidikan.
Tetapi dengan bantuan keluarga, dia akhirnya belajar membaca dan menulis. Sekarang dapat menggunakan media sosial di ponselnya dengan cekatan seperti remaja lain. Ia mengetik menggunakan lidah.
Simak Video Pilihan Berikut:
Menentang Diskriminasi Lewat Lukisan
Seniman asal Afghanistan ini berhasil menentang segala diskriminasi yang lama terjadi di negaranya. Melalui lukisan, ia mengekspresikan bahwa wanita dan disabilitas bukan lagi hal yang bisa dipandang sebelah mata.
Untuk membuktikan bahwa stigma negatif tentang wanita dan disabilitas salah, Robaba mengembangkan bakat di bidang seni lukis. Ia melukis dengan kuas di mulut. Walau demikian, hasil lukisannya terbilang rumit dan penuh warna.
"Saya melukis sebagian besar tentang perempuan Afghanistan, kekuatan perempuan, keindahan perempuan, keindahan lukisan, cinta, dan tantangan yang dihadapi perempuan," kata Robaba.
Karya-karyanya telah dijual dan dipamerkan secara internasional. Hasil penjualan lukisan membuatnya dapat meluncurkan pusat khusus untuk membantu melatih seniman difabel lainnya.
Sekitar 50 siswa menghadiri pusat pelatihan di Kabul yang dibuka tahun lalu.
"Kami sangat bangga dengan Robaba, ia adalah inspirasi bagi orang-orang difabel lainnya," kata saudara lelakinya, Ali Mohammadi, 24 tahun, yang berharap dapat menciptakan kursus melek huruf untuk para penyandang cacat yang tidak dapat bersekolah seperti adiknya.
Advertisement