Liputan6.com, Jakarta Hugh Spence, pria penyandang tunanetra asal Inggris mengatakan sikap menghakimi menghalanginya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Menurutnya, orang-orang beranggapan bahwa ia melanggar jarak sosial. Padahal, pria usia 28 ini tidak dapat melihat dan benar-benar tidak mengetahui seberapa jauh jarak dirinya dengan orang lain.
"Kami tidak tahu apakah kami berjarak dua meter atau kurang, jadi itu tidak aman," ujarnya pada BBC.
Advertisement
Tunanetra yang memiliki anjing pembimbing juga dibatasi karena hewan-hewan itu tidak dilatih untuk pedoman khusus terkait aturan COVID-19, katanya.
"Banyak orang yang melihat sangat menghakimi. Mereka khawatir orang terlalu dekat dengan mereka," kata Spence, yang bekerja untuk Asosiasi Tunanetra Northamptonshire (NAB).
"Itu membuat banyak orang tunanetra sangat khawatir."
Simak Video Berikut Ini:
Yang Dibutuhkan Tunanetra
Sekelompok badan amal tunanetra juga telah menyerukan kepada pemerintah untuk mengklasifikasikan orang-orang yang tunanetra sebagai kelompok rentan. Membuat mereka memenuhi syarat untuk masuk ke daftar prioritas di tempat-tempat umum.
Meskipun menjadi orang yang sangat aktif, Spence mengatakan dia tidak meninggalkan rumahnya selama empat minggu. Kelas latihan online yang banyak orang saksikan selama karantina tidak cocok untuk tunanetra karena mereka tidak memiliki instruksi audio yang tepat.
Sebagai hasilnya, NAB telah mulai menjalankan kelas dansa online, di mana langkah-langkahnya dijelaskan secara rinci, dan sesi pertama ditonton oleh hampir 300 orang.
"Kami telah melakukan pembicaraan dengan penyedia lain untuk mencoba membuat mereka menambahkan deskripsi sehingga orang yang tunanetra dapat mengikuti," kata Spence.
NAB juga telah menyelenggarakan kuis untuk para anggotanya agar bersosialisasi dan menghancurkan isolasi yang menurut Spence banyak dirasakan oleh orang-orang tunanetra bahkan dalam keadaan normal. Layanan pertemanan via telepon juga sudah diluncurkan.
Advertisement