Sukses

Pembelajaran Daring untuk Anak Autisme Lebih Baik Dibanding Kembali Sekolah

Sebagai seorang wanita karir yang memiliki anak dengan autisme, Jennifer "Jay" Palumbo sangat merasakan dampak dari COVID-19 terhadap anaknya.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai seorang wanita karir yang memiliki anak dengan autisme, Jennifer "Jay" Palumbo sangat merasakan dampak dari COVID-19 terhadap anaknya.

Penulis asal New York, AS ini berkisah, awalnya sang anak dapat menjalani rutinitas dengan baik sampai akhirnya pandemi menyerang dan memaksanya belajar di rumah.

“Begitu sekolah mulai menyediakan layanan daring, dan kami diminta untuk karantina, kesulitan beradaptasi dengan perubahan telah dirasakan. Secara umum, penyandang autisme mungkin mengalami tekanan emosional, kesedihan, dan isolasi sosial selama COVID-19,” tulisnya, mengutip Forbes.

Ia menambahkan, walau perdebatan mengenai apakah anak-anak harus kembali ke sekolah atau tidak terus berlanjut. Namun, jelas bahwa pembelajaran daring perlu dilakukan lebih lama dari yang diharapkan.

Joyce Halpert, seorang psikolog yang bekerja sebagai konselor untuk anak-anak disabilitas di dua program pendidikan khusus sekolah umum NYC, mencatat bahwa, “Dalam arti luas, kita perlu mengenali tantangan yang melekat dalam menyesuaikan diri dengan struktur pembelajaran baru, terutama untuk anak-anak difabel.”

“Setiap kali kita kembali ke gedung, siswa akan perlu menyesuaikan dengan lingkungan belajar berbasis sekolah, dan itu akan memakan waktu juga. Ada komitmen untuk menjadikan pembelajaran jarak jauh sekaya mungkin untuk memediasi masalah itu,” katanya.

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pemicu Stres Orangtua

Prevalensi gangguan spektrum autisme telah meningkat dalam 20 tahun terakhir. Pada 2004, insiden autisme adalah 1:66. Saat ini, Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa 1 dari 54 anak-anak berada dalam spektrum autisme.

Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Journal of Autism and Developmental Disorders pada 2009 yang menunjukkan para ibu dari anak dengan autisme cenderung mengalami stres kronis. Bahkan, stres ini sebanding dengan tentara perang. Ditambah seringnya merasa lelah dan mendapat gangguan kerja.

Ketegangan cenderung menyerang orangtua saat tidak ada orang lain yang biasanya mendidik anaknya. Anak dengan autisme biasanya belajar dengan terapis bicara, konselor bimbingan, atau terapis okupasi. Sekarang, dengan pembelajaran jarak jauh, orangtua perlu turun tangan dan lebih terlibat daripada sebelumnya.