Liputan6.com, Jakarta Sejak lahir, Stenly Yesi Ndun, bocah 7 tahun di Desa Tuapanaf, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur hanya memiliki satu kaki. Namun, semangatnya bersekolah tidak pernah padam.
Himpitan ekonomi, membuat kedua orangtuanya merantau ke Kalimantan. Akibatnya Yesi dan saudari kembarnya, Stela Ndun, harus tinggal bersama kakek dan neneknya sejak usia 3.
Baca Juga
Disabilitas daksa yang disandang membuatnya harus menggunakan alat bantu berupa tongkat dari kayu agar bisa sampai ke sekolah. Kayu itu seolah menjadi bagian dari dirinya sebagai pengganti kaki.
Advertisement
Jarak 1 KM harus ditempuh untuk sampai ke sekolah setiap harinya. Bocah kelas 1 SDN Bijaesahan ini tak merasa minder dalam pergaulan di lingkungan rumah maupun sekolah. Ia bahkan diperlakukan khusus di sekolahnya.
"Jika ada apel atau olahraga, Yesi kita minta duduk di ruangan kelas sambil belajar," ujar Kepala Sekolah SDN Bijaesahan, Dortiana Karice Mau.
Untuk melindungi Yesi, pihak sekolah setiap hari memberi arahan ke semua pelajar agar memperlakukannya dengan baik. Buktinya, hingga kini, bocah berambut hitam ini rajin ke sekolah dan bermain layaknya anak-anak non disabilitas.
Di sekolah, Yesi tergolong anak yang cerdas  "Yesi itu anaknya pintar. Semua pelajaran atau tugas yang diberi, selalu ia kerjakan sendiri," tambah Dortiana.
Melihat kondisi Yesi, pihak sekolah sempat berkoordinasi dengan dinas sosial agar Yesi disekolahkan di SLB. Namun, niat baik itu ditolak kakek dan nenek Yesi. Mereka ingin, Yesi tetap bersama mereka meski hidup serba kesulitan.
"Yesi punya kembar dan kakeknya tidak mau mereka dipisahkan," sebutnya.
Pihak sekolah berharap ada pihak yang membantu kaki palsu untuk Yesi agar ia bisa bergerak normal seperti pelajar lainnya.
Simak Video Berikut Ini:
Ingin Punya Kaki Palsu
Walau terlihat ceria, Yesi tetap berangan-angan ingin punya kaki palsu. Namun, orangtuanya yang bekerja sebagai buruh kasar di Kalimantan tak memiliki dana.
Yesi dan tiga saudara kandungnya tinggal di rumah berdinding kayu bersama kakek dan neneknya. Tak hanya mereka, ada empat cucu lain yang diurus pasutri lansia ini.
"Kami sudah tua, tak mampu kerja lagi. Setiap bulan, ayah Yesi kirim uang Rp 500 ribu untuk kebutuhan hidup kami semua di rumah," ujar nenek Yesi, Ursula Takaep (60) kepada wartawan, Senin (21/9/2020).
Ursula mengaku memiliki empat anak laki-laki yang semuanya di tanah rantau, termasuk ayah Yesi. Setiap hari, ia sendiri yang mengurus delapan cucunya itu, karena suaminya, Bernabas Ndun (84) sudah sakit-sakitan.
Untuk menanggung kebutuhan hidup setiap hari, ia hanya berharap bantuan PKH dari pemerintah. Uang itu ia sisihkan untuk kebutuhan makan minum hingga keperluan sekolah delapan cucunya.
Advertisement
Mari Bantu Yesi
Guna mewujudkan angan-angan Yesi untuk memiliki kaki palsu, Liputan6.com bekerja sama dengan Kitabisa.com melakukan penggalangan dana dengan harapan dapat menjaga semangatnya untuk tetap sekolah dan meraih cita-cita.
Dana yang terkumpul akan digunakan untuk pembuatan kaki palsu yang sesuai dengan ukuran tubuh Yesi. Jika dana yang terkumpul melebihi target, maka dana tersebut akan digunakan untuk memenuhi keperluan alat sekolah dan kebutuhan sehari-hari.Â
Infografis Disabilitas
Advertisement