Liputan6.com, Jakarta Anak dengan disabilitas ganda selain memiliki tantangan dalam melakukan kegiatan sehari-hari juga memiliki hambatan dalam mendapat pendidikan. Kesulitan dan hambatan ini juga acap kali dirasakan guru atau pihak sekolah.
Seperti yang diuraikan Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Helen Keller Yogyakarta Fransiska Rina Wigati. S. Pd. Menurutnya, tantangan yang ada di sekolah khususnya untuk anak dengan disabilitas intelektual berat adalah sulitnya mencari keterampilan yang cocok bagi mereka.
Baca Juga
“Sering kali anak-anak itu stuck, jadi kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan setelah lulus itu sulit dicari,” ujar Fransiska dalam Lokakarya bersama Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia di Yogyakarta pada Senin (9/11/2020).
Advertisement
Selain itu, bagi anak tunanetra, sekolah masih kesulitan menyediakan pencetak braille karena saat masa ujian tiba maka kertas ujian bertulisan timbul itu sangat dibutuhkan.
Hambatan juga kerap datang dari pihak orangtua. “Ada beberapa orangtua yang masih belum mendukung program sekolah. Misalnya kalau di sekolah sudah bisa belajar makan sendiri namun di rumah malah disuap. Di sekolah sudah diajarkan pakai pakaian sendiri, di rumah malah dibantu.”
Biasanya, alasan orangtua memberi bantuan pada anaknya semata supaya cepat dan sebagai bentuk kasih sayang. Namun, hal tersebut tidak dibenarkan dan pihak Fransiska sudah memberikan pengajaran juga bagi orangtua di rumah.
Simak Video Berikut Ini:
Hambatan Selanjutnya
Di sekolah, Fransiska memiliki anak didik yang menyandang tunanetra sekaligus tuli total. Anak seperti ini membutuhkan pendamping (Anne Sullivan) untuk mentransfer informasi dari orang lain.
Seorang pendamping perlu memiliki kemampuan bahasa isyarat yang baik sehingga dapat mentransfer informasi dengan baik pula untuk anak tersebut.
“Kami bermimpi anak ini akan ke perguruan tinggi, tapi pendamping lah yang akan membantu dia ke jenjang yang paling tinggi. Sekarang ini saya bisa mendampingi tapi untuk ke jenjang selanjutnya mungkin sulit karena ada ikatan juga dengan yayasan.”
Anak dengan tunanetra dan tuli total atau biasa disebut Helen Keller itu bernama Handoko. Fransiska melihat potensi tinggi yang dimilikinya karena walau memiliki disabilitas ganda namun Handoko memiliki sisi intelektual yang baik.
Ia berharap pemerintah dapat membantu anak tersebut untuk bisa mendapatkan pendamping.
“Di usia 5 tahun dia belum mengetahui apa-apa, bahkan ia tidak tahu bahwa setiap benda memiliki nama. Namun ia dapat berkembang dengan cepat dan cenderung mudah mengerti. Anak ini sungguh pintar dan ini jadi tantangan kami untuk menemukan pendamping baginya.”
Advertisement