Sukses

Bahasa dan Komunikasi Jadi Hambatan Mahasiswa Tuli Sulit Beradaptasi

Setiap orang memiliki cara penyesuaian sosial yang berbeda terlebih bagi individu yang menyandang disabilitas tuli. Keterbatasan pendengaran akan memengaruhi proses komunikasi sebagai alat tercapainya interaksi sosial.

Liputan6.com, Jakarta Setiap orang memiliki cara penyesuaian sosial yang berbeda terlebih bagi individu yang menyandang disabilitas tuli. Keterbatasan pendengaran akan memengaruhi proses komunikasi sebagai alat tercapainya interaksi sosial.

Penyesuaian sosial sendiri menurut Scheinders (1964) merupakan kemampuan individu untuk bereaksi secara sehat dan efektif terhadap hubungan, situasi, dan kenyataan sosial yang ada sehingga dapat mencapai kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan.

Dalam INKLUSI: Journal of Disability Studies, Vol. 3, No. 1 disebutkan bahwa seseorang perlu melakukan penyesuaian sosial untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Penyesuaian sosial berguna untuk menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosial.  

Dengan penyesuaian sosial, individu akan mampu menjalin komunikasi dengan orang lain, menyelaraskan antara tuntutan dirinya dan lingkungan, mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kelompok dan sikap sosial yang menyenangkan seperti kesediaan untuk membantu orang lain meskipun mereka sendiri mengalami kesulitan (Scheinders, 1964).

Peneliti dalam jurnal ini, Dwi Sri Lestari, menemukan bahwa mahasiswa penyandang tuli merasakan kesulitan ketika melakukan penyesuaian sosial terhadap teman-teman jurusannya.

Kesulitannya terletak pada komunikasi sehingga menghambatnya dalam berhubungan dengan orang lain. Kerap mahasiswa tersebut merasa sendiri tatkala bergaul dengan teman-teman jurusannya.

“Apa yang diucapkan oleh rekannya sulit ia mengerti. Ini juga dialami oleh WK (inisial mahasiswa tuli), yang sulit bergaul dengan mahasiswa non-difabel karena terhambat bahasa dan komunikasi. Lantas, ia lebih kerap bercengkrama dengan Tuli lainnya,” tulis Dwi dalam penelitiannya.

Menurut Dwi, hal ini secara tidak langsung telah membuka celah penolakan dari mahasiswa non-difabel. Akibatnya, mereka terkesan menutup diri dan menyebabkan orang lain canggung untuk berhubungan meskipun dengan menggunakan tulisan sekalipun.

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Tidak Semua Tuli Sulit Melakukan Penyesuaian Sosial

Walau demikian, ada pula mahasiswa tuli yang berhasil melakukan penyesuaian sosial di tengah keterbatasannya.

Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan adalah kelebihan tersendiri bagi sebagian mahasiswa tuli. Dengan demikian, mereka dapat berkarya di tengah lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara Dwi pada salah satu mahasiswa tuli berinisial AW didapatkan bahwa informan mampu membuktikan bahwa dengan keterbatasan yang ia miliki tidak menjadikan hambatan untuk ia mengejar apa yang dicita-citakan.

Informan merupakan salah satu penyandang tuli yang memiliki prestasi dalam bidang kesenian, salah satunya pantomim, ia menjadikan kekurangan yang dimilikinya sebagai kelebihan. Berkat usaha dan kerja kerasnya ia mampu tampil dalam pertunjukan hingga ke negara lain.

“Berdasarkan paparan di atas, maka seseorang perlu mempunyai penyesuaian sosial untuk mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian sosial bukanlah sesuatu yang otomatis mudah untuk dilakukan melainkan sebuah proses yang panjang,” tutup Dwi.

3 dari 3 halaman

Infografis Disabilitas: