Sukses

Meski Terlahir Tuli, Panji Aktif Menyuarakan Hak Disabilitas dan Mendirikan IDHOLA

Panji adalah seorang tuli yang aktif menyuarakan pentingnya advokasi bagi komunitas disabilitas di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Melakukan advokasi dengan menyuarakan hak komunitas disabilitas merupakan hal yang sangat penting dan berarti bagi Muhammad Andika Panji atau yang biasa disapa Panji (28).

Panji adalah seorang tuli yang aktif menjadi seorang aktivis dan saat ini berhasil menjadi advokat untuk komunitas tuli dan merupakan salah satu pendiri komunitas Indonesian Deaf-Hard of Hearing Law & Advocacy (IDHOLA).

Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta, Ia rajin juga melakukan aktivitas organisasi gerkatin bidang kepemudaan sebagai sekretaris. Ia menekankan pentingnya bahasa isyarat untuk akses komunikasi bagi Tuli.

“Aku dilahirkan sebagai disabilitas Tuli. Kemudian saya baru sadar bahwa identitas Tuli serta bahasa isyarat sangat penting sejak saya masuk organisasi DPP Gerkatin Bidang Kepemudaan. Saya belajar bahasa isyarat sejak tahun 2016 karena bahasa isyarat itu adalah akses komunikasi bagi Tuli sebagai identitas aslinya,” ucap Panji.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

SLB Hingga Mendapat Beasiswa

“Saya bersekolah dari TK sampai SMALB Pangudi Luhur itu sekolah khusus luar biasa bagian Tunarungu dengan visi misi wicara oral (berbicara) dan dilarang menggunakan bahasa isyarat,” kata Panji.

Saat ini Panji sedang menjalani perkuliahan hukumnya dengan bantuan beasiswa yang diperolehnya dari organisasi Deaf Legal Advocacy Worldwide.

“Sebelum ini, aku pernah DO kuliah lain serta kerja. Ini saya kembali berkuliah dengan beasiswa dari Organisasi D-LAW (Deaf Legal Advocacy Worldwide),” jelas Panji.

Dengan pengalaman pendidikan yang diperoleh Panji, ia berkata bahwa pendidikan yang didapatkannya di sekolah khusus kurang setara dengan sekolah umum dikarekanakan kurangnya akses akomodasi yang layak.

“Padahal sudah disahkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang hak-hak bagi penyandang disabilitas serta Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2020 tentang akomodasi yang layak untuk peserta didik penyandang disabilitas. Seandainya kurikulum pendidikan harus diubah menjadi setara dengan sekolah umum dan diisi wajib bersedia hak aksesibilitas berupa Juru bahasa isyarat dan typist/notulen setiap sekolah & kampus,” ucap Panji.

3 dari 5 halaman

Memutuskan Jadi Pengacara

“Saya ingin menjadi advokat yaitu pengacara untuk disabilitas Pendengaran/Tuli,” ucap Panji.

Panji mengatakan bahwa saat kecil cita-citanya adalah menjadi tentara. Namun, hal itu berubah seiring berjalannya waktu.

“Cita-citaku sejak kecil ialah tentara. Tapi mustahil karena alasan Tuli. Jadi, saya mulai bercita-cita jadi pengacara sejak 2017 saat berhasil memperoleh beasiswa D-LAW. Saya bercita-cita sebagai pengacara karena di Indonesia belum ada pengacara Tuli/disabilitas rungu. Jika di Indonesia tidak ada pengacara Tuli, sudah pasti terjadi diskriminasi besar, banyak hambatan, terjadi kasus-kasus lain berupa pidana, perdata, administrasi negara, dll,” kata Panji

Panji menjelaskan alasan mengapa Amerika dan Eropa sudah bisa maju dan setara dengan inklusif dan ramah disabilitas adalah karena Amerika telah memiliki SDM Advokat pengacara Tuli berjumlah sekitar 400 orang. Sedangkan negara di eropa dan Australia juga sudah memilikinya. Bahkan, negara di Asia & afrika pun mulai berkembang.

Menurut Panji, saat ini, Indonesia hanya memiliki 3 pengacara tuli dan saat ini seluruhnya masih menjadi mahasiswa.

“Maka dari itu Indonesia membutuhkan pengacara asli Tuli/disabilitas rungu agar hak-hak dimilikinya dapat mudah dilindungi, mudah konsultasi dengan komunikasi bahasa isyarat, nyaman dididik oleh pengacara asli tuli sehingga dapat menjadi inklusif, setara serta ramah disabilitas,” ucap Panji.

Selain itu,Panji mengatakan bahwa ia melihat teman-teman Tuli banyak mengalami diskriminasi luar biasa dan hal ini membuatnya ingin membantu dan melindungi hak-hak kaum Tuli/disabilitas pendengaran.

“Pengangguran, kurangnya aksesibilitas berupa akomodasi yang layak, jauh belum setara dan inklusif, terjadinya kasus pidana serta perdata namun banyak kesulitan dibantu/didampingi karena alasan masalah hambatan komunikasi tidak tepat. Hal- hal ini membuat saya ingin membantu dan melindungi hak-hak kaum Tuli,” ucap Panji

Usaha dan mimpi yang dikerjakan Panji akhirnya menuntunnya untuk membuat sebuah komunitas yaitu, Indonesian Deaf-Hard of Hearing Law & Advocacy (IDHOLA).

4 dari 5 halaman

Mendirikan IDHOLA

“Saya mendirikan komunitas IDHOLA bertujuan mengayomi hak-hak Tuli/disabilitas rungu, melayani konsultasi atas keluhan klien tsb, mendidik dasar-dasar hukum serta materi tentang hukum agar teman-teman Tuli seluruh indonesia dapat memahami dan belajar,” ucap Panji.

Telah berdiri sejak tanggal 1 Juni 2020, IDHOLA kini telah menjalani programnya selama 6 bulan.

“Kami terus lakukan advokasi terhadap pemerintah maupun swasta, lokarya, membimbing/mengajar, melayani konsultasi, mendampingi klien ke pengadilan, perencanaan membuat Undang-Undang/turunan peraturan baru, rapat bersama tim hukum disabilitas atas keperluan penting seperti kemarin masalah UU Cipta Kerja jadi kumpul berdiskusi bersama-sama untuk mengajukan Judical review terhadap Mahkamah konstitusi,” kata Panji.

Saat ini, Panji telah melakukan aktivitas berupa advokasi terhadap pemerintah atas kasus diskriminasi, melakukan lokakarya di pulau sumatera, Kalimantan, Jawa, bahkan Papua. Selain itu, Panji ingin berjuang mengubah IDHOLA menjadi sebuah law firm.

“Saya mau berjuang menggantikan nama komunitas IDHOLA menjadi Persekutuan Perdata IDHOLA seperti Law Firm,” kata Panji.

Dengan seluruh usaha yang dilakukan saat ini, Panji berkata bahwa target atau proyek akan terus dilakukan dan dikerjakan agar muncul perkembangan dan kemajuan dengan harapan besar yaitu mengurangi tindak diskriminasi  terhadap komunitas disabilitas.

“Terus advokasi tanpa henti, jangan takut gagal dan kalahkan yang mustahil tanpa batas. Belajar dari gagal, itu motivasi terbesar untuk anda agar menjadi lebih baik lagi. Kegagalan itu adalah keberhasilan yang tertunda. Pasti bisa terus advokasi bersama-sama demi mewujudkan keadilan dan kesetaraan menjadi ramah disabilitas dan inklusif di seluruh Indonesia 🇲🇨. Salam keadilan & kesetaraan,” tutup Panji.

 

(Vania Accalia)

5 dari 5 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.