Liputan6.com, Jakarta Seni merupakan bagian terpenting dalam hidup Hasna Mufidah (29). Perempuan yang biasa disapa Mufi ini merupakan penari dan aktris yang mengangkat isu disabilitas dan bahasa isyarat ke dalam karya seninya.
Selain bekerja sebagai seniman, Mufi juga turut mendirikan serta menjadi pemimpin dari organisasi Fantasi Tuli.
“Saya freelance perfoming arts & actor dan juga memimpin organisasi Fantasi Tuli,” ucap Mufi saat diwawancara oleh tim Disabilitas-Liputan6.com.
Advertisement
Mufi pun berbagi kisah awal dirinya mengetahui bahwa ia tuli, “Umur 6 bulan aku masih bayi melangkah ketika papa mama foto- foto pas manggil Mufi namun aku tidak respons akhirnya curiga maka aku dibawa ke RS dan ternyata ketahuan sama dokter bahwa saya Tuli sejak lahir waktu mama kandungan sempat sakit demam tinggi."
Mufi pun lalu menceritakan kisah dan pengalamannya saat berada di bawah kurikulum pendidikan yang berbeda.
“Dulu kecil aku masuk sekolah khusus. Kemudian masuk SMP- SMA umum sampai kuliah. Itu alasan saya masuk sekolah umum karena kurikulum sekolah luar biasa (khusus) pendidikan nya kurang atau tidak sesuai kesetaraan sekolah umum. Akhirnya saya banyak berjuang sekolah umum,” kata Mufi
Hal ini mendorong Mufi untuk lebih giat belajar seperti belajar bahasa asing baru. Mufi bercerita bahwa ia belajar bahasa Inggris, Arab, Jerman dll. Selain itu, saat kuliah Mufi juga banyak melewati tantangan komunikasi.
“Saat kuliah, saya banyak melewati berjuang komunikasi seperti bahasa bibir namun saya Tuli lebih ke akses berkomunikasi bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia), Padahal komunikasi bahasa isyarat itu memudahkan untuk teman Tuli,” ucapnya.
Menurut Mufi hal ini disebabkan oleh pengaruh sangat besar dari sebutan “Tunarungu” yang memiliki arti rusak pendengaran. Ia mengatakan, orang yang masih awam banyak mengartikan tunarungu sebagai ketidakmampuan mendengar, bicara, atau bahkan melakukan aktivitas.
“Padahal saya memang Tuli dari lahir karena dikasih Allah. Saya bangga Tuli karena sebagai identitas punya hak contoh dan hak akses seperti komunikasi bahasa isyarat, teks atau cc.”
Bahkan, kata Mufi, tuli tidak membuatnya berhenti berprestasi. Ia tetap berjuang dan bekerja keras untuk berkembang lebih lagi. Ia mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya dan dia juga tak malu untuk bertanya dan meminta bantuan.
“Iya misalnya ketika pelajaran sering tanya guru dan teman-teman seperti bantu nulis atau aku juga sering baca buku. Teman – teman, guru, kepala sekolah, maupun direktur, semua menghargai saya karena saya belajar lebih keras hingga dapat perhargaan presentasi.”
Simak Video Berikut Ini:
Komunitas DIMA atau Disabilitas Maju, yang terdiri dari disabilitas pengguna kursi roda kerap teralang mobilitasnya karena kemacetan Jakarta. Karena itu mereka menjajal MRT dari Stasiun Blok M menuju Bundaran HI.
Masuk Dalam Dunia Seni
Mufi memiliki hobi menari sejak kecil, namun ia pernah berpikir untuk berhenti menjadi penari.
“Kebetulan saya hobi menari sejak kecil dari sekolah namun, sejak kuliah berhenti karena entah mau ke arah mana.”
Namun, pada tahun 2017, Mufi mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan tari inklusif dari British Council yang akhirnya mengubah hidupnya.
“Tahun 2017 itu kesempatan saya ikut pelatihan tari inklusif dapat dukungan dari British Council. Saya dilatih dan diajari guru asal UK. Setelah 1 tahun pelatihan dalam 2 kali performance, dimulai dari situ saya banyak belajar banyak dari guru saya, Mirjam. Ia orang yang bijaksana , sebelumnya saya belum merasa identitas Tuli karena selalu mengikuti seperti orang dengar akhirnya selama pelatihan itu saya bertumbuh identitas Tuli dan jadi lebih terbuka,” kenang Mufi.
Hal ini menginspirasinya juga untuk akhirnya mendirikan organisasi Fantasi Tuli yang merupakan wadah dimana teman tuli dapat memberdayakan serta mengembangkan bakat seni dan kreatifitas mereka masing-masing.
Selain itu, karya seni yang ditampilkan Mufi juga merupakan karya yang didekasikannya untuk komunitas Tuli. Ia berharap agar karya dan seni yang dibuatnya dapat membuat teman tuli lainnya bisa semangat.
“Iya, agar generasi muda-mudi Tuli bisa semangat. Belajar saling terbuka, kita dapat dipahami dan dimengerti satu sama lain untuk menciptakan kehidupan inklusif dan menghapuskan perbedaan,” ucap Mufi.
(vania accalia)
Advertisement