Sukses

Tegakkan Keadilan Hukum, SIGAB Ajak Organisasi Disabilitas di Berbagai Daerah Jadi Vocal Point

Lembaga Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) adalah lembaga yang aktif bergerak dalam pendampingan dan penanganan hukum bagi penyandang disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) adalah lembaga yang aktif bergerak dalam pendampingan dan penanganan hukum bagi penyandang disabilitas.

Para penyandang disabilitas yang memiliki masalah hukum dapat meminta bantuan pada SIGAB melalui organisasi-organisasi disabilitas di daerah.

Menurut Koordinator Advokasi Jaringan Lembaga SIGAB, Sipora Purwanti, lembaga ini menggunakan pendekatan twin track. Artinya, mendorong organisasi-organisasi disabilitas di berbagai daerah untuk menjadi vocal point untuk hukum.

“Jadi organisasi difabel daerah menjadi tempat awal penyandang disabilitas melaporkan masalah jika dirasa ada ketidakadilan hukum,” ujar Purwanti dalam saluran YouTube Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia, ditulis Jumat (25/12/2020).

SIGAB juga telah memberi pendidikan pada anggota organisasi disabilitas daerah untuk menjadi paralegal untuk mengenali hukum mulai dari kasus-kasus, cara advokasi, hingga mengenal pemangku kepentingan di wilayah masing-masing.

“Paralegal ini kita buat jaringan di wilayah bersama lembaga-lembaga layanan, pemerintah daerah, hingga lembaga bantuan hukum.”

“Sehingga ketika ada kasus mereka sudah tahu harus ke mana.”

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Pengajaran Lainnya

Para penyandang disabilitas juga diajarkan tentang tahapan proses hukum.

“Advokasinya akan seperti apa ketika butuh DNA, ketika butuh profile assessment dan menyelesaikan hambatan-hambatan disabilitasnya.”

Purwanti mencontohkan, tidak semua rumah sakit mengerti tentang visum psikiatrikum bagaimana menilai trauma seseorang. Hal ini juga diajarkan kepada para difabel bagaimana cara menyusun visum psikiatrikum sesuai dengan undang-undang.

“Berapa dokter yang harus terlibat memeriksa dia, bagaimana proses observasinya, bagaimana proses interaksinya, wawancaranya,  ini harus kita lakukan karena tidak semua psikolog memahami disabilitas.”

Pasalnya, setiap penyandang disabilitas memiliki keadaan dan kebutuhan yang berbeda. Prosedur penanganan pada penyandang tuli akan berbeda dengan prosedur untuk penyandang tunanetra. Beda pula dengan penyandang disabilitas intelektual, psikososial, dan disabilitas lainnya.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas