Liputan6.com, Jakarta Jika Anda bertanya, bagaimana bisa seorang tunanetra menjadi bowler, padahal ia harus melihat ke arah mana bola bowling sebaiknya digulirkan untuk menjatuhkan pin, maka lihatlah seorang juara bowler, Jacob Gaddam.
Jacob yang merupakan seorang tunanetra, juga merupakan seorang tunarungu. Sehingga ia tak bisa mendengar berapa pin yang jatuh tanpa menggunakan alat bantu dengar, juga tidak dapat melihat letak pin.
Baca Juga
Ia terlahir dengan gangguan pendengaran dan penglihatan. Ia bisa melihat bentuk dan kontras pencahayaan tapi secara hukum ia tunanetra. Sehingga, pemuda berusia 17 tahun ini mengandalkan sebagian besar memori ototnya.
Advertisement
Ibunya, Sherry Gaddam, yang non-disabilitas mengatakan bahwa Jacob hanya melempar bola dengan cara yang sama setiap saat.
"Lempar bola sekeras yang Anda bisa dan berharap yang terbaik," kata Jacob,seperti dikutip kron4sport. Menurut pelatihnya, Scott Bartlow, Jacob tahu persis dimana ia harus meletakkan tangannya, posisinya, posturnya yang tepat pada jalurnya. Teknik yang telah ia latih seama berjam-jam rupanya membuahkan hasil.
Simak Video Berikut Ini:
memenuhi syarat untuk Youth Nationals
Jacob telah memenuhi syarat untuk Youth Nationals empat tahun berturut-turut dan mendapatkan uang beasiswa untuk bermain di turnamen perguruan tinggi.
“Ia tidak memiliki kata 'tidak bisa' dalam kosakatanya. Karena disabilitasnya banyak orang berkata, oh, dia tidak bisa melakukan itu. Tapi dia akan membuktikan Anda salah setiap saat,” kata Bartlow.
Salah satu tujuan Jacob adalah membantu orang lebih memahami kebutaan.
“Kami telah menemukan selama bertahun-tahun bahwa orang mengatakan oh, dia tidak buta. Karena dia bisa berjalan, dan dia tidak menabrak dinding, atau menabrak meja. Tapi itu tidak benar, ada banyak orang seperti dia yang buta,” kata Sherry.
Jacob tidak hanya dikenal karena keahliannya di lintasan bowling, tetapi juga karena topi iconic-nya, emoji feses raksasa. Ia memiliki sekitar 15 warna berbeda.
“Sangat nyaman untuk dipakai, dan bisa juga digunakan sebagai bantal, makanya aku selalu memakainya, karena kapanpun aku butuh bantal aku punya bantal di atas kepalaku,” kata Jacob.
Jacob tidak yakin apakah ia ingin mengejar karir bowling profesional, ia baru saja lulus dari California Virtual Academy dan berencana untuk menghadiri Helen Keller Institute di New York.
Advertisement