Liputan6.com, Jakarta Seorang penjual lemon difabel, Maimed Mostofa, rutin menjajakan dagangannya di jalan setapak di area gerbang New Delhi India. Ia mulai berdagang setelah kehilangan tangan kirinya dalam kecelakaan pada usia 12 tahun.
Seperti semua anak seusianya, Mostafa ingin pergi ke sekolah dan belajar tetapi ia harus mulai bekerja sebagai tukang listrik untuk membantu keuangan keluarganya.
Baca Juga
Saat itu, ia terlalu kecil untuk menanggung beban. Mengejar profesi yang berisiko, ia menjadi korban kecelakaan fatal dan kehilangan tangan kirinya. Ia baru berusia 12 tahun ketika mengalami kecelakaan nahas itu.
Advertisement
Sejak itu, dunia di sekitarnya berubah selamanya. Ketika Mostafa berusia 25 tahun, ayahnya meninggal, meninggalkan tiga putra dan tiga putri. Menjadi putra sulung dari orang tuanya, Mostafa harus mengambil semua tanggung jawab keluarganya.
Hidup menawarkan tantangan berat kepadanya dan ia selalu menerimanya dengan keberanian.
Ia mencoba peruntungannya di beberapa bisnis dan menjual berbagai produk di depan lembaga pendidikan, di halte bus dan di jalan setapak.
Mostafa mengatakan, “Sejak kehilangan tangan saya dalam kecelakaan, ruang lingkup pekerjaan menyempit untuk saya. Sulit untuk menemukan majikan yang bisa merekrut saya untuk melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, saya ingin melakukan sesuatu atas inisiatif saya sendiri,” katanya, dikutip dari daily sun.
“Semuanya terasa sulit. Gagal mendapatkan cukup uang, saya dan anggota keluarga saya harus melewati hari-hari tanpa atau hanya sedikit makanan. Namun saya berusaha untuk tidak pernah kehilangan semangat,” tambahnya.
Simak Video Berikut Ini:
Kerja keras
Kerja keras selalu membuahkan hasil. Saat ini, Mostafa merasa puas dengan hidupnya. Ia mungkin tidak memiliki banyak harta tetapi ia telah menikahkan dua saudara perempuannya. Salah satu adik laki-lakinya bekerja dan yang lainnya pergi ke sekolah.
Karena terbebani dengan pekerjaan, terkadang ia merasa lemah secara fisik tetapi ia mengatasinya dengan kekuatan mental yang luar biasa dan tekad yang kuat.
Di kota berpenduduk padat di mana ribuan orang telah mengemis sebagai profesi mereka, menjadi orang yang memiliki keterbatasan fisik, tidak pernah membuat Mostafa mengorbankan martabatnya.
Tidak ada yang lebih tragis dari kombinasi kemiskinan dan difabel. Terutama jika kita berbicara tentang orang yang mengalami gangguan fisik dari latar belakang keluarga miskin di Bangladesh, hidup menjadi lebih rumit.
Ketika ditanya apa yang memotivasi dirinya untuk melanjutkan perjuangan yang panjang ini meski hidup dalam situasi yang sulit, Mostafa menjawab, “Menjadi penyandang disabilitas sangat berat bagi saya untuk bertahan dalam masyarakat yang tidak mendukung. Tapi saya terus mencoba. Saya tidak pernah menganggap diri saya tipe orang yang selalu meminta bantuan atau hidup dalam belas kasihan seseorang. Tidak peduli apa situasinya, saya memiliki ketabahan untuk melawan situasi apapun itu."
Advertisement