Sukses

Hukum Lex Specialis, Salah Satu Kunci Tercapainya Proses Peradilan Inklusi

Koordinator Advokasi dan Jaringan Lembaga Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), Sipora Purwanti, memberikan masukkan agar tercapainya proses peradilan yang inklusi bagi disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Koordinator Advokasi dan Jaringan Lembaga Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), Sipora Purwanti, memberikan masukkan proses peradilan yang inklusi bagi disabilitas dapat tercapai.

SIGAB sendiri adalah lembaga yang memberi akomodasi, pendampingan dan penanganan hukum bagi disabilitas. Sejak 2011, SIGAB melakukan pendampingan bagi kasus-kasus disabilitas yang berhadapan dengan hukum.

Menurutnya, salah satu kunci dalam keberhasilan proses peradilan inklusi adalah adanya hukum Lex Specialis atau hukum khusus.

“Mimpi kami sih ada hukum Lex Specialis, hukum khusus yang mengatur tentang disabilitas berhadapan dengan hukum. Seperti anak, anak itu kan Lex Specialis ya,” ujar Purwanti dalam bincang-bincang bersama Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia, ditulis Senin (8/2/2021).

Selain hukum yang mengatur tentang hak anak, contoh hukum Lex Specialis lainnya adalah hukum tentang narkoba, perkawinan, dan korupsi.

“Ini sepertinya kita membutuhkan kebijakan khusus terkait penanganan disabilitas yang berhadapan dengan hukum secara induknya.”

Ia berharap kebijakan-kebijakan di pusat akan memberikan jaminan, perlindungan, dan penanganan untuk perkara-perkara disabilitas yang berhadapan dengan hukum.

Salah satu contoh kebijakan khusus yang mengatur tentang disabilitas adalah Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.

Simak Video Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Kebijakan Internal

Selain hukum khusus, kunci lainnya dalam mencapai proses peradilan inklusi adalah kebijakan-kebijakan internal. Menurut Purwanti, kebijakan internal perlu dimiliki oleh lembaga-lembaga peradilan yang memiliki struktur berbeda.

“Kita lihat di proses peradilan kita itu kalau pidana ada 3 wilayah yang punya struktur masing-masing. Kepolisian ada strukturnya sendiri, pengadilan ada strukturnya sendiri, dan kejaksaan ada strukturnya sendiri.”

Ketiga lembaga tersebut memiliki kebijakan-kebijakan yang sangat khusus maka dari itu, ketiganya harus punya peraturan internal, kata Purwanti. Peraturan internal ini terkait dengan proses penyelidikan, penuntutan, dan persidangan bagi disabilitas yang berhadapan dengan hukum.

“Ini penting juga, jadi jangan sampai aksesibilitas itu hanya dimaknai pada struktur bangunan,” tutupnya.

3 dari 3 halaman

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta