Sukses

Angelman Syndrome, Kelainan Genetik Langka dengan Ciri Keterlambatan Perkembangan Umum

Angelman Syndrome (AS) adalah kelainan genetik di kromosom 15, di mana pada kromosom 15 ibu ada delesi atau hilangnya sebagian kromosom. Kelainan ini terbilang sangat langka dan memicu terjadinya disabilitas pada anak.

Liputan6.com, Jakarta Angelman Syndrome (AS) adalah kelainan genetik di kromosom 15, di mana pada kromosom 15 ibu ada delesi atau hilangnya sebagian kromosom. Kelainan ini terbilang sangat langka dan memicu terjadinya disabilitas pada anak.

Salah satu penyandang Angelman Syndrome di Indonesia adalah Faustine Pitra Shabira yang akrab disapa Utin. Gadis kelahiran Bekasi 1 Maret 2009 ini didiagnosa AS di usia 2 setelah konsultasi ke dokter ahli genetik.

“Waktu itu untuk memastikan AS-nya, sampel darah Utin harus dikirim ke salah satu rumah sakit di Singapura,” kata sang ibu, Rani Himiawati Arriyani (47), kepada kanal Disabilitas-Liputan6.com melalui pesan teks, Jumat (19/2/21).

“Tapi kami lebih memilih untuk memaksimalkan tumbuh kembang Utin saja, dari pada mencari tahu lebih jauh soal kelainannya,” tambahnya.

Rani menambahkan, ciri khas anak dengan AS adalah global delayed development (GDD) atau keterlambatan perkembangan umum, mata juling (strabismus), non verbal (tidak berbicara), kelainan warna kulit (hypopigmented), dan memiliki ekspresi bahagia seperti bayi.

Tak tinggal diam, guna mendukung perkembangan sang buah hati, Rani bergabung dengan komunitas kelainan langka indonesia atau IRD. Dalam komunitas tersebut, Utin berkesempatan mengikuti tes micro array yang hasilnya menunjukkan bahwa Utin dipastikan menyandang AS.

Simak Video Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Terapi untuk Utin

Dalam mendukung tumbuh kembangnya, Rani memfokuskan Utin untuk melakukan berbagai terapi. Sejak umur 8 bulan, sang anak sudah mulai diberi fisioterapi dan saat sudah bisa duduk secara mandiri, terapi pun berkembang ke terapi wicara, okupasi, dan sensor integrasi.

“Utin sudah pernah beberapa kali coba diikutkan ke sekolah inklusi, karena belum nemu sekolah yang pas dengan kebutuhan syndromenya, maka kami putuskan Utin maksimalkan terapi saja.”

Sebelum pandemi COVID-19, terapi biasanya dilakukan di rumah. Namun, ketika mulai pandemi, terapi pun harus berhenti.

Perkembangan yang didapatkan dari rangkaian terapi itu adalah kemampuan berjalan yang dimulai pada usia 4. Namun, hingga kini di usia 12, ia belum kuat berdiri lama atau berjalan jauh.

“Di usia 1, Utin mengalami kejang yg pertama. Sejak itu Utin mulai rutin berurusan dengan dokter syaraf, eeg, dan obat kejang. Alhamdulillah Januari 2021 utin sudah bisa lepas obat kejang.”

“Menurut literatur orang-orang dengan AS ini mengalami siklus hormonal yang normal, mereka juga rata-rata memiliki usia yang panjang,” tutup Rani.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta