Liputan6.com, Jakarta Memiliki anak dengan kelainan atau disabilitas langka yang disebut Angelman Syndrome (AS) membuat Rani Himiawati Arriyani (47) harus banyak belajar.
Angelman Syndrome adalah kelainan genetik di kromosom 15, di mana pada kromosom 15 ibu ada delesi atau hilangnya sebagian kromosom. Kelainan ini terbilang sangat langka dan memicu terjadinya disabilitas pada anak.
Menurut Rani, hingga kini ia hanya bertemu 8 anak dengan sindrom yang sama di Indonesia. Bahkan, komunitasnya pun belum ada.
Advertisement
Guna mendapatkan dukungan dan berbagai pembelajaran, Rani memutuskan bergabung dengan komunitas kelainan langka indonesia atau IRD. Dengan mengikuti komunitas, ia mengaku sangat terbantu untuk mengetahui cara mengurus sang anak, Faustine Pitra Shabira yang akrab disapa Utin.
“Alhamdulillaah (komunitas) sangat membantu. Waktu awal-awal gabung, Utin dapat kesempatan untuk cek micro array, itu cek kromosom detail untuk menegakkan diagnosa AS-nya,” kata Rani kepada kanal Disabilitas-Liputan6.com melalui pesan teks, Jumat (19/2/21).
“Di komunitas itu kami saling berbagi, saling memberi dorongan, bermanfaat banget kalau saya lagi down. Saya juga banyak dapat info tentang kelainan langka dan ternyata Utin tidak sendiri,” tambahnya.
Simak Video Berikut Ini
Belajar dari Pengalaman
Dalam merawat Utin, Rani mengaku sempat bingung. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak yang ia pelajari terkait cara-cara memenuhi kebutuhan buah hatinya.
“Agak bingung kalau ditanya tips, karena anak-anak AS ini kan nonverbal, jadi kita harus benar-benar berusaha memahami apa yang dia mau.”
Anak-anak AS sangat tergantung dengan orang lain, lanjutnya, karena mereka global delayed development atau mengalami keterlambatan perkembangan umum. Jadi, hampir semua motoriknya terganggu.
Hingga kini di usia 12, Utin masih harus dibantu orang lain. Mulai dari kegiatan makan, urusan jamban, memakai baju, popok, bahkan untuk berjalan pun masih harus dipegangi, karena semakin besar keseimbangannya akan berkurang. Tidak dapat berjalan jauh dan berdiri dalam waktu lama.
Rata-rata anak dengan AS memiliki usia yang panjang selama tidak ada penyakit penyerta mereka juga bisa mengalami gejala kejang-kejang.
“Utin kejang pertama usia 2 tahun kurang, sejak itu rutin kontrol ke dokter syaraf anak, rutin konsumsi obat kejang. Di rumah, saya selalu menyiapkan obat kejang, belajar juga cara menangani kalau sedang kejang. Alhamdulillah Januari 2021 ini Utin lepas obat kejang.”
Dengan mengetahui berbagai kebutuhan dan gejala-gejala yang ditunjukkan Utin, Rani dapat belajar dari pengalaman dan memberikan penanganan sebaik-baiknya seiring berjalannya waktu.
Advertisement