Liputan6.com, Jakarta Penyandang autisme di Eropa dilaporkan mengalami kesulitan dan harus berjuang untuk mengakses pelayanan kesehatan dan perawatan untuk COVID-19 selama pandemi berlangsung.
Hal tersebut dimuat dalam studi yang diterbitkan di jurnal BMJ Open. Para penulis mengatakan bahwa sebelumnya, orang dengan autisme di Eropa sudah harus berjuang untuk mengakses layanan kesehatan dan perawatan standar selama pandemi.
Baca Juga
Situasi itu dikhawatirkan memunculkan konsekuensi berupa ketidaksetaraan kesehatan, yang dapat berujung pada meningkatkan kematian, kesehatan yang buruk, serta masalah perilaku dan kualitas hidup yang buruk.
Advertisement
Dilansir dari EurekAlert, Selasa (18/5/2021), para peneliti studi melakukan kajian terhadap kebijakan dan pedoman regional serta nasional di 15 negara Uni Eropa untuk akses ke perawatan COVID-19 bagi penyandang autisme yang dipublikasikan antara Maret hingga Juli 2020.
Mereka secara khusus mengkaji akses orang autisme ke pemeriksaan COVID-19, ketentuan rumah sakit dan perawatan intensif, serta perubahan pada layanan kesehatan dan perawatan sosial.
Para peneliti juga menganalisis data survei dari Autism-Europe, mengenai pengalaman 1.301 penyandang autisme dan pengasuhnya di Spanyol, Italia, Yunani, Belanda, Swiss, Perancis, Inggris, Jerman, Malta, Belgium, Luksemburg, Austria, Irlandia, Polandia, dan Portugal.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Bukan Prioritas Pengujian
Temuan studi ini menunjukkan bahwa penyandang autisme mengalami hambatan yang signifikan dalam mengakses pelayanan COVID-19.
Meski berisiko tinggi terkena penyakit serius, jika terinfeksi virus corona, karena kondisi kesehatan yang ada, orang dengan autisme juga tidak diprioritaskan untuk pengujian COVID-19.
Para peneliti juga mengatakan bahwa tidak ada panduan untuk meningkatkan tolerabilitas dan aksesibilitas prosedur tes untuk penyandang autisme, yang banyak di antaranya memiliki kepekaan sensorik saat swab, dan sulit mengatasi perubahan rutin seperti mengunjungi lokasi pemeriksaan yang asing.
Mereka juga menyebut bahwa banyak layanan rawat jalan dan inap untuk COVID-19 yang sulit diakses, sebagian besar karena perbedaan dalam kebutuhan komunikasi. Misalnya akses menggunakan layanan telepon.
Advertisement
Hidup Tanpa Dukungan
Selain itu, protokol triase unit perawatan intensif di banyak negara Eropa secara langsung atau tidak, juga mengecualikan penyandang autisme dari perawatan yang dapat menyelamatkan nyawanya.
Peneliti menilai bahwa protokol tersebut memerlukan "penilaian kelemahan" yang mengacu pada ketergantungan individu pada orang lain, untuk mendapatkan bantuan dengan kebutuhan perawatan sehari-hari dan perawatan pribadi.
Survei pun menunjukkan bahwa interupsi mendadak terhadap perawatan kesehatan dan sosial yang standar tanpa mitigasi berisiko menyebabkan 70 persen penyandang autisme harus hidup tanpa dukungan sehari-harinya.
Sekitar sepertiga dari mereka yang disurvei mengatakan mereka membutuhkan dukungan harian (35 persen; 451) dan sepertiga lainnya mengatakan mereka membutuhkan dukungan sesekali dalam kegiatan rutin sehari-hari (33 persen; 431)
Para penulis pun mengatakan, hal ini "membutuhkan pertimbangan yang sangat mendesak untuk meningkatkan perawatan masa depan penyandang autisme baik selama dan setelah pandemi."
Infografis Awas Lonjakan Covid-19 Libur Lebaran
Advertisement