Sukses

Penggunaan Istilah Gila bagi Penyandang Disabilitas Mental Dianggap Diskriminatif, Apa Kata yang Lebih Tepat?

Masyarakat awam sering memanggil orang dengan disabilitas mental menggunakan kata-kata yang tidak pantas seperti gila, sedeng, sableng, dan gendeng. Bahkan, kata-kata tersebut sering menjadi bahan lelucon.

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat awam sering memanggil orang dengan disabilitas mental menggunakan kata-kata yang tidak pantas seperti gila, sedeng, sableng, dan gendeng. Bahkan, kata-kata tersebut sering menjadi bahan lelucon.

Baru-baru ini, figur publik Deddy Corbuzier dan komika Mongol mendapat somasi dan kecaman dari para aktivis kesehatan jiwa akibat sebuah podcast terkait “Orang Gila Bebas COVID”.

Menanggapi hal ini, Koneksi Indonesia Inklusif (Konekin) sebagai komunitas disabilitas menganggap bahwa hal tersebut tidak dibenarkan.

“Itu jelas salah lah, karena menyinggung kelompok kami (disabilitas),” tulis tim Konekin dalam unggahan Instagram (@konekindonesia) Rabu (7/7/2021).

Lebih lanjut, tim Konekin yang dipimpin oleh aktivis disabilitas Marthella Rivera Roidatua ini menjelaskan bahwa istilah gila sebaiknya tidak digunakan. Kata “gila” bermasalah ketika dilekatkan jadi “orang gila.”

Simak Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Dianggap Diskriminatif

Lebih lanjut, istilah “orang gila” dianggap diskriminatif karena bisa memberi dampak menyudutkan bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa karena dianggap berperilaku menyimpang, meresahkan, dan membahayakan.

“Padahal, orang dengan gangguan jiwa tidak seperti itu jika dapat ditangani dengan tepat.”

Maka dari itu, istilah “orang gila” akan lebih etis jika diganti dengan istilah ODGJ atau orang dengan gangguan jiwa.

Konekin juga menjelaskan, yang dimaksud ODGJ bukan melulu menunjuk orang dengan pakaian lusuh, rambut acak-acakan, dan hidup luntang-lantung di jalan. Namun juga termasuk orang dengan bipolar, depresi, skizofrenia, dan gangguan kepribadian.

3 dari 4 halaman

ODGJ dalam Undang-Undang

Istilah ODGJ juga sudah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Dalam UU tersebut disepakati bahwa untuk menyebut pasien atau penyandang gangguan jiwa maka disebutnya ODGJ dan ODMK atau orang dengan masalah kejiwaan, bukan orang gila.

Sedang, menurut Konekin, istilah gila lebih tepat digunakan contohnya untuk hal-hal berikut:

-“Satu keluarga di daerah A terkena penyakit sapi gila.”

-“Gila! Masakan lo enak banget sis.”

Terkait masalah Deddy Corbuzier, pihak Konekin juga berpendapat bahwa daripada melayangkan somasi kepada yang salah, lebih baik memberi edukasi dan diskusi bersama agar masyarakat juga mengetahui bagaimana yang benar.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta