Sukses

Mengenal Kondisi dan Perasaan Anak dengan Sindrom Autisme

Sindrom autisme membuat Dwi Nur Alif Setyawan mendapat berbagai tantangan dalam hidup.

Liputan6.com, Jakarta Sindrom autisme membuat Dwi Nur Alif Setyawan mendapat berbagai tantangan dalam hidup.

Sejak kecil, remaja usia 15 ini mengalami keterlambatan perkembangan. Kemampuan komunikasi dan bahasa yang dikuasai cenderung di bawah anak-anak seusianya.

“Dalam bicara aku sulit meniru kata yang mirip bunyinya seperti kapur dan dapur. Walaupun bapak dan ibu guru di sekolah mengerti kesalahan ucapanku, kerap dalam bicara aku masih sering kesulitan,” katanya melalui tulisan yang dibagikan kepada kanal Disabilitas Liputan6.com, Rabu (21/7/2021).

Walaupun itu kalimat yang sangat sederhana, adakalanya saat kata-kata tersebut terucap sering terjadi kesalahan pengucapan. Akibatnya, ia selalu menyendiri karena malu dan perasaan cemas selalu ada datang.

“Juga saat ditanya nama oleh orang yang belum aku kenal, aku sulit mengingatnya.”

Selain ada kesulitan dalam berbicara, remaja asal Kota Batu, Jawa Timur ini juga sempat merasa minder, mudah marah, dan sering putus asa dengan keadaan dirinya yang menyandang autisme. Namun, kesabaran dan kasih sayang serta kerja sama dari keluarga dan guru-guru di sekolah yang selalu memberikan semangat, membuatnya menjadi anak yang percaya diri, katanya.

Simak Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Saat Perasaan Tenang

Kondisi yang dialaminya sejak kecil tak selamanya berupa situasi yang buruk. Ketika perasaannya tenang, ia mengaku dapat dengan mudah menghafal nada musik dan menghafal surat-surat pendek di Al-Quran.

Sebaliknya, saat kecemasan menyerang, ia sering melakukan gerakan-gerakan dan bunyi-bunyian yang cenderung aneh serta tak bisa berkata-kata.

“Bahkan dapat membisu sesaat, seketika itu juga orangtua atau bapak ibu guru selalu menenangkanku dengan pelukan kasih sayang sampai aku dapat tenang kembali.”

Dulu, lanjutnya, ia juga mempunyai ketakutan pada bunyi yang keras contohnya petasan, kembang api, dan balon meletus. Jika ada suara tersebut, ia selalu menutup telinga agar suaranya tak terdengar.

Beda halnya dengan musik, banyak jenis musik yang ia suka. Bahkan, ketika ia marah dan putus asa, hal yang membuat perasaannya membaik adalah bermain musik dan bernyanyi.

3 dari 4 halaman

Kehidupan Pendidikan

Memasuki kehidupan sekolah, Dwi mengaku mengalami berbagai kendala tersendiri. Saat masuk taman kanak-kanak (TK) kemampuan bicaranya masih sangat terbatas. Ia juga tidak mau bergaul dengan teman-teman di sekolah.

“Aku senang menyendiri di tambah lagian aku selalu mengeluarkan air liur,” katanya.

Ketika lanjut ke sekolah dasar (SD), Dwi hanya mampu bertahan selama 6 bulan karena mengalami kecemasan saat belajar.

Melihat hal ini, konsultasi pun dilakukan, psikolog mendiagnosa bahwa DWI menyandang autisme. Diagnosa ini kemudian membawanya ke sekolah inklusi.

“Setelah pindah sekolah inklusi hatiku terasa nyaman sejak saat itu hari-hariku terasa menyenangkan dan bersemangat lagi untuk sekolah.”

Diagnosa yang sudah tegak pada akhirnya mengubah cara orangtua Dwi dalam mendidiknya. Berbagai pengetahuan pun didapat soal cara merawat anak dengan autisme. Contohnya, berbagai makanan yang perlu dihindari seperti makanan dari tepung gandum, cokelat, susu, dan olahannya.

Kini di usia 15, ia tercatat sebagai siswa di Sekolah Luar Biasa (SLB) Eka Mandiri Kota Batu Jawa Timur tingkat menengah pertama. Setelah menjalani pendidikan dan pola diet yang tepat, Dwi menunjukkan perkembangan yang baik. Ia tak mudah marah dan cemas, kemampuan bicaranya membaik, dan tidak lagi mengeluarkan air liur. 

Bakat Dwi pun berkembang, ia berhasil menyabet berbagai prestasi salah satunya sempat menjadi juara satu dalam lomba membaca puisi.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta