Liputan6.com, Jakarta Lahir dengan down syndrome membuat M. Faza Aulia Rahadiyanto, mendapat pandangan-pandangan heran dari sekitarnya.
Kala itu, kondisi down syndrome masih menjadi hal jarang di lingkungan tempat tinggalnya yakni di kawasan Malang, Jawa Timur. Sang ibu, Titik Hidayati, mengaku bahwa dikaruniai anak down syndrome memang bukan hal mudah.
“Sejak lahir, kami sebagai orangtua masih belum bisa menerima, terutama saya sebagai ibunya. Sempat saya berpikir dosa apa sampai saya dikasih anak seperti ini. Perasaan sedih, malu, kecewa, marah itu yang saya rasakan di awal kelahiran Faza,” ungkapnya mengutip keterangan Yayasan Ananda Mutiara Indonesia (Y-AMI).
Advertisement
Baca Juga
Walau demikian, Titik bersyukur karena ia tidak berlarut-larut dalam kesedihan atas disabilitas yang disandang anaknya. Dukungan keluarga turut memberi kekuatan untuk merawat dan membimbing Faza dengan baik.
“Karena saya percaya bahwa anak adalah titipan-Nya. Dia berkuasa penuh kepada siapa Dia ingin menitipkannya dan ternyata Dia mempercayakan Faza pada kami.”
Terapi Untuk Faza
Berbagai upaya telah dilakukan untuk perkembangan Faza. Sejak usia satu bulan, ia selalu diikutkan berbagai terapi.
Mulai dari fisioterapi 2 hingga 3 kali seminggu, lanjut terapi okupasi, terapi wicara, terapi perilaku hingga akhirnya dia tumbuh dengan baik.
“Alhamdulillah perkembangan fisiknya bagus dia bisa tengkurap, merangkak, duduk, bahkan berjalan sesuai dengan umurnya sama seperti kakak-kakaknya. Walau di usianya saat ini dia belum begitu lancar bicara, namun sekecil apapun perkembangannya selalu saya syukuri.”
Advertisement
Sempat Dibully
Dalam proses bertumbuh, kadang ada perkataan orang lain yang bernada Bully. Kondisi Faza dengan wajah khas penyandang down syndrome dan mulutnya yang selalu terbuka membuat beberapa orang melayangkan komentar miring.
“Kadang saya sedih, saat dia bayi ada saja orang bilang kalau Faza wajahnya aneh, mulutnya suka ngowoh enggak mau mingkem, lidahnya suka keluar, sedih dengarnya bahkan tidak jarang saya suka menangis sendiri karena jengkel dan marah.”
“Memang wajah anak down syndrome khas, bentuk wajah datar, mata sipit ke atas, lidah besar itulah kenapa Faza saat bayi suka ngowoh enggak bisa mingkem. Tapi dengan rajin massage dan berdoa dia sekarang tumbuh jadi anak yang ganteng.”
Berhasil Unjuk Gigi
Di balik perbedaan tersebut, anak down syndrome juga memiliki potensi seperti anak non disabilitas.
Sejak usia 8, Faza sudah biasa tampil di panggung. Dari main angklung dan menari bersama teman-temannya. Ia juga berani tampil dalam peragaan busana sendirian.
Sejak Oktober 2019 Faza menjuarai (juara 3) peragaan busana di acara Malang Family Fair di Malang Town square.
“Alhamdulillah setelah itu banyak piala-piala yang dia dapat, sampai sekarang 30 lebih kejuaraan dia raih dalam lomba-lomba daring maupun luring.”
Di era pandemi ini banyak lomba daring yang dia ikuti baik lomba fotogenik, menari, membuat barang bekas, dan peragaan busana. Hingga kini, ia aktif mengikuti banyak lomba dan terus berkreasi seiring bertambah usia dengan percaya diri yang semakin tumbuh pula.
Advertisement