Liputan6.com, Jakarta Febrina Lidya Indahsari (29) adalah sarjana sosial lulusan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, yang memiliki adik penyandang autisme, Ivan Anas Iswahyudi (24).
Berdasarkan pengalaman serta ilmu yang dipelajari, ia memaparkan terkait disabilitas dari sisi ilmu sosial.
Dari bebagai sumber ia merangkum bahwa anak berkebutuhan khusus atau disabilitas adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional.
Advertisement
Keluarbiasaan tersebut berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya.
Baca Juga
Dari definisi ini, anak disabilitas sudah terlihat berbeda dari anak non disabilitas. Perbedaan ini acap kali menjadi penyebab timbulnya stigma, diskriminasi, dan pandangan negatif terhadap anak disabilitas.
“Untuk kalangan masyarakat sosial pun, yang menjadi perhatian dan menimbulkan prihatin adalah cara mereka memandang sebelah mata terhadap anak disabilitas,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (18/8/2021).
Rentan Kena Bully
Perbedaan yang ditunjukkan oleh anak berkebutuhan khus baik secara fisik maupun intelektual membuat mereka rentan terkena bully.
“Mereka (masyarakat) kerap mem-bully, jijik, bahkan menjauhinya. Anak atau orang yang terlahir dan tumbuh tanpa disabilitas pun masih rawan akan bully-an dari orang-orang sekitarnya,” lanjut Febrina.
Bully yang didapat pun bisa bermacam-macam, baik secara fisik maupun verbal. Setiap bully yang diterima anak berpotensi menimbulkan masalah lain karena memicu kemarahan orangtua dan keluarga.
Febrina mengaku, sang adik sering mendapatkan hal-hal yang kurang ramah dari orang-orang yang ditemui. Seperti tetangga, orang-orang yang bertemu di jalan, teman lama, dan lain-lain.
Mereka yang jarang bertemu bahkan berkomunikasi dengan anak autisme memberikan ekspresi dan respons yang kurang nyaman kepada Ivan. Misalnya, menanyakan mengapa Ivan belum bisa melakukan aktivitas apapun, belum bisa berbicara, merespons, menulis, dan lain-lain.
“Hal-hal tersebut jika sering disampaikan oleh banyak orang membuat para orangtua anak disabilitas menjadi kurang nyaman mendengarnya,” kata Febrina mewakili sang ibu, Yusiana.
Advertisement
Harapan Sang Ibu
Febrina juga menyampaikan harapan ibunya, yakni agar semua orang siapapun itu untuk lebih ramah lagi terhadap anak disabilitas dan tidak melakukan tindakan bully.
Ia mengutarakan bahwa semua anak itu sama di hadapan Tuhan, sehingga tidak perlu ada hal-hal yang dapat menimbulkan pikiran bahwa mereka harus dijauhi dan didiskriminasi.
“Apalagi yang sampai parah ada tindakan kekerasan secara verbal, fisik, seksual, dan psikologis terhadap mereka,” tutupnya.