Sukses

Perjuangan Ibu Asal Tangsel Lahirkan Anak dengan Spektrum Autisme

Johans Imaliano Gandana adalah remaja penyandang disabilitas Autism Spectrum Disorder (ASD), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) serta Savant Syndrome.

Liputan6.com, Jakarta Johans Imaliano Gandana adalah remaja penyandang disabilitas Autism Spectrum Disorder (ASD/spektrum autisme), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) serta Savant Syndrome.

Menurut sang ibu, Liana Chandra, sejak anak tunggalnya itu lahir pada 26 Juli 2006, ia sudah melihat beberapa tanda atau gejala kekhususan.

“Hans (sapaan akrabnya) sudah memiliki tanda atau gejala kekhususan/autismenya sebenarnya sejak lahir, kelahirannya sangat sulit dengan cara normal, bahkan ketika di caesar pun dia sulit keluar sampai harus didorong oleh 2 orang,” kata Liana melalui keterangan tertulis kepada Kanal Disabilitas Liputan6.com, Senin (23/8/2021).

Saat proses melahirkan, Liana banyak kehabisan darah dan air ketuban sehingga kesulitan dalam lahiran atau istilah medisnya disebut distosia.

Proses operasi Caesar sendiri memakan waktu 1,5 jam lebih. Salah satu tanda anak dengan autisme adalah kesulitan ketika lahir, tidak seperti pada proses kelahiran umumnya.

“Setelah lahir pun sudah mengalami kendala, Hans sempat kuning 7 hari setelah lahir, bilirubin-nya (penyebab kuning) naik sampai 19 mg/dL atau istilah medisnya mengalami jaundice. Hans masuk rumah sakit lagi karena harus menjalani terapi sinar (fototerapi).”

2 dari 4 halaman

Kejanggalan Lain

Kejanggalan lain yang ditemukan Liana adalah ketika Hans menjalani imunisasi. Buah hatinya itu sama sekali tak merasa sakit saat disuntik. Mulai dari imunisasi pertama hingga imunisasi terakhir.

“Saya merasa ada yang ganjil dengan kondisi Hans. Tidak mungkin bayi tidak menangis ketika disuntik. Itu berarti ada hal yang ganjil sensori atau sarafnya.”

Setelah lama mengamati dengan seksama, akhirnya Liana konsultasi pada dokter terkait tindakan untuk Hans. Dokter pun merujuk ke dokter syaraf anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Setelah diobservasi secara seksama didukung catatan-catatan Liana tentang tumbuh kembang Hans dari lahir hingga usia 2 tahun, akhirnya dokter tersebut memberikan diagnosa bahwa Hans menyandang ASD.

“Kami saat itu kaget, apa itu autisme, kata yang belum pernah kami dengar selama ini. Dokter tersebut juga menyampaikan bahwa Hans seperti itu juga karena menurun dari suami saya.”

Ayah Hans Imanuel Himawan (alm) memiliki kebutuhan khusus berupa kesulitan belajar yang ringan, tapi Hans memiliki tingkat yang berat dan sudah termasuk spektrum autisme.

“Walaupun kami kaget dengan kenyataan ini tapi ada 1 hal yang bisa membuat kami menerima ini, jauh sebelum menikah, kami berdua sudah tahu bahwa hal ini akan terjadi. Kami mendapat hikmat dari Tuhan.”

3 dari 4 halaman

Bisa Bertumbuh Baik

Dengan kekhususan yang dimiliki, Hans mengalami hambatan dengan motorik kasar dan halusnya. Hans tidak mengalami fase merangkak, terlambat berjalan, tidak bisa bicara sama sekali, tidak ada bubbling, dan seperti tombol mute, bisu.

“Kami sempat mengira Hans bisu tuli, karena tidak mau bicara atau merespons apa-apa. Terutama dengan suara manusia dan tidak mau melihat wajah lawan bicaranya. Anehnya Hans merespons pesawat udara yang melintas di atas rumah kami, suara mobil, motor, binatang dan suara keras lainnya.”

Walau demikian, dengan penanganan yang tepat dan semangat tinggi dalam merawatnya, kini di usia 15 Hans tumbuh menjadi remaja yang mempunyai banyak talenta. Dia pandai menggambar dengan krayon, melukis dengan cat akrilik, main piano, dia pandai sekali membaca partitur, sangat suka matematika, sangat suka membaca, dan olahraga.

Hans sudah menghasilkan puluhan gambar krayon, dan beberapa lukisan yang 90 persennya laku terjual bahkan pada para kolektor. Sampai saat ini, Hans masih melukis biarpun tidak produktif tiap bulan.

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas