Liputan6.com, Jakarta Sebelumnya, kebanyakan orang beranggapan bahwa anak dengan disabilitas harus bersekolah di sekolah luar biasa (SLB).
Menurut Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Republik Indonesia, Eva Rahmi Kasim, MDS, hal tersebut bukan pemahaman yang keliru. Namun, itu adalah pemahaman paradigma lama.
“Dengan adanya konvensi penyandang disabilitas dan UU Nomor 8 Tahun 2016 serta turunannya, kepentingan terbaik untuk anak menjadi suatu acuan,” kata Eva dalam seminar daring Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Selasa (7/9/2021).
Advertisement
Baca Juga
Jadi, anak bisa bersekolah di sekolah khusus, tapi bisa juga di sekolah inklusif atau sekolah umum yang didukung dengan layanan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Hal ini memberi peluang yang lebih luas untuk anak dengan disabilitas dapat berinteraksi dengan anak non disabilitas.
“Intinya setiap anak berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan.”
Peran Guru
Agar lingkungan inklusif di sekolah dapat terwujud maka peran guru, pendidik, atau pengelola sekolah sangat diperlukan, lanjut Eva.
“Kita perlu memahami karakteristik anak penyandang disabilitas, misalnya disabilitas fisik kebutuhannya apa, disabilitas sensorik kebutuhannya apa, dan disabilitas lainnya perlu dipahami oleh pendidik dalam satuan pendidikan.”
Dengan memahami karakteristik setiap anak, maka pihak sekolah dapat mendorong anak untuk mengembangkan potensi-potensinya secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Advertisement
Akomodasi yang Layak
Eva juga membahas terkait akomodasi yang layak bagi anak penyandang disabilitas dalam satuan pendidikan sesuai PP nomor 13.
“Apa saja akomodasi yang layak itu? Yang pertama adalah pemahaman tadi, pemahaman pengelola tentang kebutuhan khusus sebagai penyandang disabilitas serta kebutuhan umum seperti anak lainnya.”
Misal, penyandang disabilitas fisik memiliki kesulitan dalam bergerak. Maka pemberian akomodasi yang layak adalah bagaimana anak tersebut bisa melakukan mobilitas.
“Kita hindari mendesain sekolah dengan jalan yang berundak-undak, fasilitasi dengan toilet akses, setting tempat duduk.”
Perlu juga diberikan fleksibilitas dalam proses pengajaran, misal bagi penyandang disabilitas netra.
“Artinya, memberi fleksibilitas terkait lokasi pembelajaran misalnya melalui daring, membantu membacakan materi ajar. Bagi penyandang Tuli, sediakan juru bahasa isyarat, dan lain sebagainya.”
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Advertisement