Liputan6.com, Jakarta Seorang seniman lukis asal Malaysia Lim Anuar yang terlahir tuli, pantang menyerah dengan keadaan dan mengupayakan segala cara agar karya seninya kembali diminati publik.
Hidup sehari-hari sebagai warga Malaysia yang hidup dengan disabilitas saja sudah merupakan tantangan, terutama dengan terbatasnya jumlah karir dan peluang yang tersedia. Namun pria berusia 52 tahun tersebut telah menjual banyak karyanya di pameran. Ia juga mengajar kelas seni sebagai sarana untuk menambah penghasilan dan berbagi pengetahuan seni dengan orang lain
Namun kemudian pandemi COVID-19 melanda dan secara efektif mengakhiri kedua sumber pendapatannya tersebut.
Advertisement
Keadaan menjadi sangat buruk secara finansial. Sampai Lim ikut berkompetisi di bidang seni apapun yang ia temui dengan harapan ia bisa memenangkan hadiah utama.
Tak hanya itu, secara emosional ia juga merasakan kehancuran. Ia menjalani MCO (istilah lockdown di Malaysia) serta hidup sendirian terlama dari yang pernah ia alami karena keluarganya tengah berada di Vietnam dan tidak dapat kembali ke rumah untuk bersamanya.
Meskipun demikian terpuruknya, Lim tetap optimis atas situasinya.
“Pandemi telah membuka mata saya. Saya tahu itu hanya akan memacu saya untuk memberikan yang terbaik untuk sesuatu yang saya sukai, (yaitu) melukis, (baik saat dilanda) virus atau tidak!" katanya, dikutip dari FMT.
Baca Juga
Upaya Lim
Untuk membantunya melewati masa-masa sulit ini, Lim mengajak siapa pun yang memiliki keterampilan pemasaran, promosi, dan hubungan masyarakat untuk membantunya mengeluarkan karya seninya kembali ke pasar sehingga ia dapat mulai menjual lagi. Ia juga mencari ruang kerja yang akan ia gunakan sebagai studionya.
Saat ditanyai arti seni baginya, Lim menjawab, "Sebagai orang dengan gangguan bicara dan pendengaran, seni adalah satu-satunya perangkat pintar saya. Anda dapat mengatakan itu adalah suara pribadi saya untuk berkomunikasi dengan orang-orang, dengan masyarakat, dan dunia di luar sana,” katanya.
“Kenangan mungkin memudar seiring waktu, tetapi tidak dengan seni. Itu akan tetap terukir, juga terbuka untuk semua orang dengan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan mulut untuk mengekspresikan bahasa hati Anda bahwa seseorang dengan disabilitas seperti saya hanya dapat memvisualisasikan, merasionalisasi dan mengaktualisasikan melalui seni.”
Advertisement
Mencintai seni sejak usia 10 tahun
Adapun awal Lim tertarik pada bidang seni, kenangnya, yaitu saat ia berumur 10 tahun dan melihat karya seni teman sekelasnya yang sudah jadi. Kemudian Lim berpikir bahwa dirinya pun bisa melakukannya bahkan lebih baik. Sejak itu, ia termotivasi dan mulai membuat sketsa. Ia mulai membuat komik kungfu sederhana dan akhirnya juga membuat sketsa hal-hal yang ia lihat di sekitarnya.
Ia mengejar kecintaannya pada seni dan lulus sebagai arsitek interior. Namun, ia merasa pekerjaan itu menyesakkan dan ingin sekali keluar sendiri dan membiarkan kreativitasnya mengambil alih.
Lim juga menyebutkan bahwa perjalanannya sebagai seniman tunarungu tidaklah mudah. "Anda menghadapi segunung tantangan, terutama dalam masyarakat yang cenderung mengisolasi kelompok penyandang disabilitas.”
Selain diskriminasi, tantangan lain yang ia hadapi adalah pasar seni kecil di Malaysia yang membuat mencari nafkah darinya agak sulit. Sehingga tak perlu disebutkan betapa ia ingin berhenti di suatu waktu, tetapi untuk beberapa alasan ia terus maju dan berharap yang terbaik.
Adapun rencana kedepannya, Lim menyebutkan bahwa ia berharap bisa membuka galeri seni dan workshop sehingga ia bisa membawa keindahan lukisan yang menjangkau banyak orang. Ia juga berharap untuk membimbing orang Malaysia yang kurang mampu atau difabel dalam media ini.
"Arah masa depan yang saya lihat ini mulai terbentuk. Suaraku ada di lukisanku."