Liputan6.com, Jakarta Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr. Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20 persen populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa.
“Ini masalah yang sangat tinggi karena 20 persen dari 250 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa,” kata Celestinus dalam keterangan pers Kementerian Kesehatan ditulis Senin (11/10/2021).
Advertisement
Baca Juga
Hal ini semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa sehingga tidak semua orang dengan masalah gangguan jiwa mendapatkan pengobatan yang seharusnya.
Masalah Gangguan Jiwa di Indonesia
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Selain itu, lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Sedang, berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) tahun 2016, diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri.
Sebanyak 47,7 persen korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.
Advertisement
Dampak Pandemi COVID-19
Terkait hal ini, Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, masalah kesehatan jiwa masih belum terselesaikan di tengah masyarakat.
Terlebih, di masa pandemi COVID-19, permasalahan kesehatan jiwa akan semakin berat. Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tapi juga kesehatan jiwa dari jutaan orang, baik yang terpapar maupun yang tidak terpapar virus.
“Saat ini masyarakat masih berjuang mengendalikan penyebaran virus COVID-19, tapi di sisi lain telah menyebar perasaan kecemasan, ketakutan, tekanan mental akibat dari isolasi, pembatasan jarak fisik dan hubungan sosial, serta ketidakpastian,” kata Maxi dalam konferensi pers Kemenkes ditulis Senin (11/10/2021).
“Hal-hal tersebut tentu berdampak terhadap terjadinya peningkatan masalah dan gangguan kesehatan jiwa di masyarakat,” pungkasnya.
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Advertisement