Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas yang rentan menjadi target kekerasan perlu mendapat dukungan untuk memulihkan diri dari trauma.
Hal ini disampaikan Koordinator Pelayanan Psikologis Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta Noridha Weningsari.
Menurutnya, banyak yang berpikir bahwa pemulihan trauma membuat seseorang lupa akan kejadian yang dialaminya. Padahal, kejadian traumatis tidak dapat dilupakan kecuali kepala terbentur kemudian amnesia.
Advertisement
Baca Juga
“Kalau ditanya makan apa minggu lalu mungkin sudah lupa karena tidak berkesan. Sedangkan pengalaman traumatis itu biasanya sesuatu yang sangat berkesan yang membuat kita teringat atas kejadian itu,” ujar Noridha dalam diskusi daring Koneksi Indonesia Inklusif (Konekin), dikutip Kamis (14/10/2021).
Pahami Tujuan Pemulihan Trauma
Dengan demikian, Noridha mengingatkan untuk memahami terlebih dahulu tujuan dari pemulihan trauma.
“Jadi yang pertama kita harus pahami terlebih dahulu bahwa tujuan dari setiap pemulihan trauma itu bukan melupakan kejadian. Tapi kalau ada luka, gimana caranya agar luka itu kering, kalaupun masih ada bekasnya tapi kalau dipencet udah enggak sakit lagi.”
Artinya, jika seseorang mengingat kembali kejadian yang membuatnya trauma, maka sakit hatinya sudah tidak terlalu kuat dan bisa menjalani kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Cara Memulihkan
Ada banyak cara memulihkan trauma, lanjur Noridha, salah satunya adalah cara ventilasi.
Cara ventilasi diumpamakan seperti seseorang yang masuk ke ruangan yang memiliki bau tak sedap. Untuk menghilangkan baunya, maka orang tersebut perlu membuka jendela dan pintu agar baunya keluar.
“Dalam proses pemulihan trauma perlu ada aktivitas yang kita sebut sebagai ventilasi seperti pintu dan jendela. Kita membantu mereka mengeluarkan emosi-emosi yang mereka rasakan, emosi-emosi negatif yang berkaitan dengan kejadian.”
Hal ini perlu disesuaikan dengan karakteristik individu disabilitas. Jika seseorang menyandang disabilitas rungu wicara maka dapat menggunakan pendekatan-pendekatan seni visual seperti menggambar dan lainnya.
“Atau kalau dia menyandang disabilitas netra itu bisa kita dorong untuk bercerita, jadi intinya mereka perlu orang yang bisa mendengarkan apa yang mereka alami. Mereka perlu orang yang berempati, bukan hanya penyandang disabilitas tapi semua orang,” pungkasnya.
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Advertisement