Sukses

Modul Jurnalisme Inklusif, Upaya Bangun Keberpihakan Media pada Kelompok Rentan

Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta Dr Rajiyem mengatakan bahwa perempuan, anak, dan difabel merupakan kelompok rentan yang sering diabaikan dalam isu besar nasional ketika terjadi bencana.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta Dr Rajiyem mengatakan bahwa perempuan, anak, dan difabel merupakan kelompok rentan yang sering diabaikan dalam isu besar nasional ketika terjadi bencana.

Bahkan dalam konteks pandemi COVID-19 ini, liputan media terhadap kelompok rentan masih belum menunjukkan keberpihakan. Masih banyak liputan media yang memposisikan perempuan, anak, dan difabel sebagai objek dalam pandemi, bukan subjek.

Maka dari itu, diperlukan pengajaran jurnalisme inklusif agar terlahir jurnalis-jurnalis yang inklusif pula.

“Urgensi penguatan jurnalisme inklusif di masa pandemi ini menjadi tantangan bagi pendidik jurnalisme di berbagai perguruan tinggi,” kata Rajiyem dalam Modul Jurnalisme Inklusif: Liputan Tentang Perempuan, Anak, dan Difabel Selama Pandemi.

“Tantangan yang paling utama adalah mengembangkan pengajaran jurnalisme inklusif terutama bagi perempuan, anak, dan difabel di masa krisis seperti pandemi sekarang,” lanjutnya.

2 dari 4 halaman

Mengasah Kepekaan

Rajiyem menambahkan, kebutuhan melatih mahasiswa untuk mengasah kepekaan dan sensitivitas pada kelompok rentan tersebut perlu untuk dibangkitkan.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Komunikasi (Dikom) Fisipol UGM adalah menerbitkan modul jurnalisme inklusif bekerja sama dengan UNESCO Office Jakarta.

Modul Jurnalisme Inklusif: Liputan Tentang Perempuan, Anak, dan Difabel Selama Pandemi akan digunakan sebagai materi utama pelatihan yang akan dilakukan pada 60 mahasiswa dari 15 perguruan tinggi di Indonesia pada Oktober-November 2021.

“Meskipun begitu, modul ini juga bisa digunakan baik oleh dosen maupun mahasiswa atau masyarakat umum yang tertarik belajar tentang jurnalisme inklusif tanpa harus mengikuti pelatihan.”

3 dari 4 halaman

Penyusunan Modul

Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan modul ini, lanjut Rajiyem, terutama dari serangkaian Focus Group Discussion (FGD).

Berbagai FGD dilakukan untuk mendengarkan banyak pengetahuan dan pengalaman dari pengajar, jurnalis serta pakar, pegiat, dan pejabat publik.

FGD pengajar yang diselenggarakan pada Kamis, tanggal 17 Juni 2021, pukul 09.00-11.00 WIB, diikuti oleh 15 peserta dari berbagai universitas. Mulai dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Universitas Padjadjaran, Bandung, hingga Universitas Tanjungpura, Pontianak.

“Semoga modul ini tak hanya membantu mahasiswa yang mengikuti pelatihan tapi juga mereka yang ingin belajar maupun mempraktikkan jurnalisme inklusif, khususnya dalam peliputan perempuan, anak, dan difabel dalam masa pandemi.”

 

 

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas