Sukses

Telat Penanganan, RS Harus Bayar Rp 48 Miliar pada Anak 5 Tahun dengan Cerebral Palsy

Sebagai bentuk mediasi, pengadilan memutuskan bahwa rumah sakit harus membayar € 3 juta (Rp 48.531.270.000) atas terlambatnya tindakan rumah sakit.

Liputan6.com, Jakarta Seorang anak lima tahun dengan cerebral palsy menggugat pihak rumah sakit atas kondisinya. Sebagai bentuk mediasi, pengadilan memutuskan bahwa rumah sakit harus membayar € 3 juta (Rp 48.531.270.000) atas terlambatnya tindakan rumah sakit.

Dilansir dari Irishtimes, ibunya, Anne Donnelly, menggugat Rumah Sakit Bersalin Nasional, Holles Street atas kondisi kelahiran yang membuat anaknya disabilitas pada 13 Januari 2016.

Kasus ini bermula ketika ibu Alex pergi ke rumah sakit pada malam 12 Januari karena mengalami kurangnya gerakan janin hari itu.

Donnelly pun dipindahkan ke ruang bersalin dan memiliki rekaman Cardiotocography (alat detak jantung janin dalam kandungan) terus menjadi patologis. Alex dilahirkan tepat sebelum jam 2 pagi melalui operasi caesar dan membutuhkan resusitasi.

Namun Alex Donnelly Byrne didiagnosis menderita spastik quadriplegia dan cerebral palsy diskinetik. Sehingga saat berkomunikasi di pengadilan, gadis muda ini berbicara melalui bantuan teknologi.

 

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pendapat ahli

Menurut ahli, jika bayi dilahirkan segera setelah ibu tiba di rumah sakit, kemungkinan disabilitas perkembangan saraf jangka panjangnya akan jauh lebih ringan.

Selain itu ada klaim dugaan lambatnya pihak rumah sakit memperhatikan dan mengamati CTG sehingga mengindahkan gejala yang ditunjukkan ibu Alex saat tiba di rumah sakit.

Meskipun klaim tersebut ditolak, namun pihak rumah sakit mengakui pelanggaran tugas sehubungan dengan keterlambatan 23 menit kelahiran bayi. Pihak rumah sakit tidak mau mengakui bahwa penundaan itu menyebabkan atau berkontribusi pada cedera yang dituduhkan.

Alex memiliki gangguan penglihatan meskipun sadar akan sekelilingnya serta pelu diberi makan melalui selang di perutnya yang disebut PEG. Pengadilan pun menyatakan bahwa Alex disabilitas parah dan akan membutuhkan perawatan dan bantuan selama sisa hidupnya. Terutama orang tuanya jadi perlu ekstra hati-hati selama pandemi untuk memastikan ia tidak tertular infeksi.

Maka dengan mediasi, kedua belah pihak menyetujui total € 3 juta sebagai kompensasi.

Tuan Hakim Paul Coffey mengatakan itu adalah kasus yang sangat menyedihkan dan tragis. Hakim menyampaikan harapan terbaiknya kepada Alex dan keluarganya.