Liputan6.com, Jakarta Managing Editor Fashion, Beauty, & Lifestyle Fimela.com Adinda Tri Wardhani lahir dengan microphthalmia. Kondisi ini membuat mata kanannya tidak berkembang dengan sempurna dan hanya mampu melihat dengan mata kiri.
Disabilitas yang disandang tak serta merta membuat wanita yang akrab disapa Dinda berhenti mengejar mimpi. Ia memang sempat merasa kurang percaya diri dan mengkhawatirkan masa depannya.
Namun, Dengan kepercayaan diri yang dibangun, ia bisa melalui masa sekolah dengan baik, memiliki banyak teman, menjalin hubungan percintaan, menikah, dan berkeluarga.
Advertisement
“Aku bisa menjalani kehidupan sangat normal. Jadi ternyata kekhawatiran aku di saat kecil dan sampai remaja itu tidak terbukti, aku bisa hidup seperti orang lain bahkan enggak ada bedanya sama sekali,” kata Dinda kepada kanal Disabilitas Liputan6.com melalui sambungan telepon belum lama ini.
Kepercayaan diri yang terbangun tak lepas dari peran orangtua dan keluarga. Ia terlahir di keluarga yang sangat mendukungnya untuk tumbuh dengan percaya diri.
“Keluargaku bukan tipe keluarga yang cengeng, ini (kepercayaan diri) sebenarnya juga mungkin pupukan atau bekal dari bapak ibuku,” katanya.
Merancang Busana dan Aksesoris Bagi Warga dengan Disabilitas
Tanamkan Kepercayaan Diri Sejak Dini
Guna mengembangkan bakat sekaligus menumbuhkan kepercayaan diri, orangtua Dinda tak tanggung-tanggung mengikutsertakannya dalam kursus tari Bali di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Kala itu, ia masih berusia 3 dan belum menggunakan mata protesa atau mata buatan. Namun, latihan dilakukan intens tiga kali dalam satu minggu hingga menginjak usia 9.
“Jadi bayangin, nari Bali padahal matanya enggak ada satu, itu kan kelihatannya kayak apa, cuma ibuku ‘udah pokoknya les aja pasti kamu happy’ dia enggak maksa atau gimana tapi aku juga coba aja.”
Advertisement
Aktif di Berbagai Kegiatan
Selain tari Bali, seiring bertambah usia ia juga aktif di berbagai kegiatan lain seperti bermain biola hingga rutin tampil 3 bulan sekali sampai menjadi anggota pemandu sorak.
“Aku main biola, rutin tiga bulan sekali manggung, terus aku ikut ekskul cheerleader. Kalau ekskul kaya gitu kan terkenalnya harus prima harus cakep atau gimana, tapi ternyata aku diterima-terima aja sama kakak-kakak kelasku.”
“Dengan ketidaksempurnaan aku ternyata aku diterima oleh lingkungan dan aku mendorong diri untuk terus bergaul sampai kepercayaan diri itu terbangun dan lupa bahwa aku penyandang microphthalmia,” tutup Dinda.
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Advertisement