Liputan6.com, Jakarta Oscar musim ini akan diwarnai nominasi film yang menyangkut disabilitas diantaranya termasuk CODA, sebuah akronim anak-anak dari orang dewasa Tuli.
CODA mengisahkan seorang gadis yang merupakan satu-satunya orang yang bisa mendengar dalam keluarga tunarungu dan menampilkan hampir semua pemain tunarungu.
Baca Juga
Dilansir dari BBC, CODA yang masuk nominasi Oscar musim ini telah dirayakan oleh para pembela hak-hak disabilitas karena penggambaran budaya Tuli yang jujur ​​dan kompleks.
Advertisement
CODA sendiri diambil dari akronim 'a child of deaf adults' alias film ini mengkuti kisah remaja yang satu-satunya orang dengan di keluarga Tulinya.
Di film tersebut, remaja putri tersebut merupakan penyanyi berbakat, tapi orang tuanya tidak bisa mendengar nyanyiannya.
Salah satu aktor CODA, Marlee Matlin, merupakan satu-satunya aktris Tuli yang pernah memenangkan penghargaan 'Best Actress Oscar' berkat perannya di 'Children of a Lesser God' ysng rilis tahun 1986. Baginya CODA merupakan tonggak film.
"Film CODA merupakan sesuatu yang tidak pernah ada di layar sebelumnya. Sudah sejak lama dari film pertamaku, Children of a Lesser God, 35 tahun yang lalu. Maka tentu Anda tahu saya akan terkejut mengetahui ada tiga aktor terlibat kali ini (di CODA). Saya harus melakukannya. Menulis jalan cerita, segalanya, dalam satu paket emas," kata Marlee.
Â
Apresasi bahasa isyarat
CODA sudah sangat vokal dalam menunjukkan kompleksitas yang dimiliki teman Tuli. Troy Kotsur yang memerankan sang ayah di CODA bahkan mendapat pengakuan sampai masuk nominasi 'Best Supporting Actor Oscar'.
"Saya rasa, jika Troy Kotsur masuk nominasi dan sampai memenangkannya, mungkin akan menjadi penanda turning point bagi komunitas Tuli, dalam hal representasi mereka di media. Saya sangat yakin film ini mendestigmatisasi Tuli dan menggambarkan disabilitas secara umum," kata Alison Lynch, seorang advokat disabilitas New York.
Kotsur mengapresiasi CODA yang menggunakan bahasa isyarat Amerika (ASL) untuk menunjukkan orang Tuli yang banyak tidak tahunya.
"Saat pertama kali saya membaca scriptnya, saya benar-benar memiliki pemahaman bahwa akhirnya kami memiliki ASL untuk ucapan kotor, akhirnya beberapa ASL vulgar muncul di script dan saya sudah siap untuk akhirnya menunjukkannya kepada penonton dengar, sisi penyandang Tuli yang ini serta seperti apa ASL vulgar itu. Itu benar-benar menyenangkan," kata Kotsur.
Tak hanya menunjukkan ketertarikannya pada sisi yang beum pernah muncul di media sebelumnya, Kotsur juga menekankan bahwa CODA benar-benar menunjukkan isu-isu tentang penyandang Tuli terkait musik. Bahwa orang tua Tuli-nya tidak bisa mengabaikan minat putrinya. Sehingga menjadi tantangan tersendiri dan membutuhkan banyak pengorbanan.
Para aktivis disabilitas percaya kalau CODA bisa meyakinkan Hollywood untuk membuat lebih banyak film yang merepresentasikan komunitas Tuli dengan lebih baik lagi.
"Sebelumnya sudah ada beberapa film dan TV show yang menyertakan aktor Tuli atau staf Tuli, tapi saya pikir perbedaannya yakni ada di hal kisah, di hal apa saja yang dilalui individu Tuli, yang dengan itu sudah memperbolehkan komponen ketulian menjadi bagian dari kisah dan bukan hanya menjadikan Tuli-nya sebagai titik fokus," kata Alison.
Advertisement