Sukses

Menyandang Spektrum Autisme, Perempuan Ini Temukan Bakatnya Jadi Penyair

Amanda Harrinauth adalah penulis puisi yang didiagnosis memiliki spektrum autisme pada 2016. Menurutnya, menulis dapat membantunya memahami autisme yang ia sandang.

Liputan6.com, Jakarta Amanda Harrinauth adalah penulis puisi atau penyair yang didiagnosis memiliki spektrum autisme pada 2016. Menurutnya, menulis dapat membantunya memahami autisme yang ia sandang.

Awalnya, perempuan yang juga menyandang hidrosefalus tidak mengetahui bahwa dirinya menyandang spektrum autisme hingga suatu ketika ia mendapatkan serangan cemas. Setelah mendapat diagnosis dan mengalami depresi, perempuan berambut panjang ini bertekad untuk mencari tahu soal autisme lewat serial, film, dan tayangan di YouTube.

Keahlian menulis puisi pun baru ditemukan setelah diagnosis ditegakkan.

“Saya tidak pernah berpikir saya akan menulis puisi. Sungguh ironis, tetapi saat kuliah, saya merasa puisi itu buruk dan membosankan. Autisme telah mengajari saya cara membuka bakat baru menjadi penyair,” ujar Amanda mengutip Disabilityhorizons.com Selasa (15/2/2022).

Puisi saya tidak harus memiliki rima khusus. Inti dari puisi adalah untuk menceritakan sebuah cerita dan mudah-mudahan, cerita itu akan beresonansi dengan orang lain. Kebebasan berekspresi yang saya alami saat menulis belum pernah saya rasakan sebelumnya,” tambahnya.

Simak Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Menulis Banyak Hal

Kebebasan berekspresi membuat Amanda menulis tentang banyak hal. Mulai dari hal sederhana, seperti bunga atau bahkan hujan badai hingga tentang topik yang lebih rumit.

Tak jarang ia juga menulis tentang hubungannya dengan orang lain dan hubungannya dengan Tuhan.

“Saya sering begadang berjam-jam menulis tentang apa yang ada di hati saya. Autism Spectrum Disorder (ASD) telah mengajari saya banyak hal dan itu telah membantu saya menerima perbedaan.”

3 dari 4 halaman

Menjadi Life Coach

Menjalani hidup sebagai penyandang autisme bukanlah hal mudah bagi Amanda. Banyak tekanan dan rintangan yang telah dialami.

Walau demikian, ia percaya bahwa jika dunia terus dididik tentang bagaimana otak setiap orang bekerja secara berbeda, maka individu yang berbakat dengan autisme cenderung tidak menghadapi diskriminasi dan intimidasi.

“Dunia perlu diisi dengan lebih banyak kebaikan, cinta, dan penerimaan. Ambisi saya sekarang adalah mengubah dunia dengan menjadi pelatih dan guru kehidupan autisme (life coach).”

“Saya menjadi siswa autis pertama yang menghadiri Academy for Coaching Excellence di Sacramento, California, dan mereka menyambut saya secara terbuka.”

Dengan menjadi seorang life coach ia berharap dapat bekerja dengan klien yang memiliki spektrum autisme dan membantu mereka menemukan arti hidup.

“Melalui coaching, saya akan mampu menciptakan tempat di mana penyandang autisme bebas untuk berbeda, menjadi diri mereka sendiri,” katanya.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas