Sukses

Hambatan dalam Hubungan Sosial Bagi Anak dengan Spektrum Autisme

Anak dengan spektrum autisme lebih banyak memiliki hambatan dalam hubungan sosial ketimbang anak pada umumnya.

Liputan6.com, Jakarta Anak dengan spektrum autisme lebih banyak memiliki hambatan dalam hubungan sosial ketimbang anak pada umumnya.

Mereka memerlukan pengajaran secara rinci dalam berbagai hal agar bisa mengembangkan kemampuan sosial sesuai potensi yang dimiliki.

Mengenai hal ini, dosen pendidikan khusus di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr.dr. Riksma Nurakhmi, M.Pd, menyebutkan beberapa bentuk hambatan hubungan sosial yang dapat dimiliki anak autisme. Hambatan-hambatan tersebut yakni:

-Kurang empati terhadap orang lain dan kurang menyadari peran orang lain dalam proses interaksi.

-Tidak dapat mengawali dan merespons orang lain untuk berinteraksi.

-Tidak memiliki keterampilan mendengarkan dan meniru.

-Keterbatasan dalam menerima pandangan orang lain.

Simak Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Hambatan Lainnya

Hambatan lainnya adalah:

-Keterbatasan dalam menerima bahwa kemungkinan orang bisa salah.

-Kurang dapat menerima perubahan.

-Kurang bisa membaca isyarat sosial yang diungkapkan oleh orang lain seperti bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan intonasi suara.

-Keterbatasan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.

“Dia (anak autisme) tidak memiliki kemampuan membedakan benar dan salah kecuali dilatih untuk mengenali itu. Sehingga, kadang-kadang yang paling bermasalah adalah pada saat terjadi perubahan,” kata Riksma dalam seminar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) belum lama ini.

Perubahan yang dimaksud misalnya ketika anak naik kelas. Saat sudah mulai bisa mengikuti arahan guru di kelas satu, anak bisa mengalami kesulitan beradaptasi di kelas dua karena guru dan kelasnya berbeda.

3 dari 4 halaman

Manfaat Pembelajaran

Berbagai hambatan yang dihadapi anak autisme diakibatkan adanya gangguan fungsi dalam 3 bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas serta berulang.

Menurut Riksma, kondisi ini disandang seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan.

“Kondisi ini akan disandang seumur hidup, jadi enggak ada istilahnya anak autisme sembuh,” katanya.

“Tapi pada saat kita melakukan intervensi dan pembelajaran, perilakunya menjadi lebih baik, lebih adaptif, kemampuan bahasanya meningkat, interaksinya lebih bagus, jadi semakin hari mungkin kondisinya semakin responsif dan adaptif,” tutup Riksma.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta