Liputan6.com, Jakarta Pedoman aktivitas fisik Inggris terbaru menyertakan pedoman untuk anak-anak dan remaja disabilitas, yang menyatakan keharusan mereka melakukan 20 menit olahraga setiap hari dan aktivitas kekuatan dan keseimbangan tiga kali seminggu. Pedoman ini dirilis oleh empat kepala petugas medis di Inggris.
Dilansir dari theguardian, rekomendasi tersebut didukung oleh penelitian dari Durham University, University of Bristol dan Disability Rights UK, dengan menyebutkan manfaat kesehatan dan kesejahteraan, termasuk otot yang lebih kuat dan kepercayaan diri yang meningkat.
Baca Juga
Sebelumnya, kepala petugas medis telah mengeluarkan pedoman aktivitas fisik untuk anak-anak dan remaja Inggris, tapi ini yang pertama kalinya rekomendasi ditujukan untuk anak penyandang disabilitas.
Advertisement
Kepala petugas medis, Sir Chris Whitty, Sir Michael McBride, Sir Gregor Smith dan Sir Frank Atherton, mengatakan, hal ini merupakan langkah maju yang penting dalam mengatasi kesenjangan dalam pedoman aktivitas fisik untuk anak-anak dan remaja difabel.
"Kami mendorong sekolah, orang tua, wali, dan profesional perawatan kesehatan untuk mengomunikasikan dan mempromosikan pedoman ini di seluruh jaringan profesional mereka yang lebih luas untuk memungkinkan peluang aktivitas fisik yang sesuai bagi anak-anak dan remaja dengan disabilitas di komunitas mereka,” katanya.
Brett Smith, profesor disabilitas dan aktivitas fisik di Durham University, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan meski banyak anak dan remaja disabilitas ingin aktif, mereka dan orang tua mereka sering memiliki pertanyaan, termasuk apakah aman bagi mereka untuk berolahraga dan bagaimana caranya dan seberapa banyak yang harus mereka lakukan.
“Mereka tidak memiliki panduan tentang aktivitas fisik yang dilakukan pada tingkat tertentu sangat baik untuk Anda. Mereka membutuhkan jaminan bahwa itu baik,” katanya.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa aktivitas fisik bisa sama bermanfaatnya bagi anak-anak dan remaja penyandang disabilitas seperti halnya mereka yang tidak memiliki disabilitas. Tetapi Smith mengatakan penting juga bahwa mereka memiliki akses ke ruang-ruang seperti taman bermain dan fasilitas rekreasi.
“Dari perspektif kesehatan masyarakat, kita dapat mengatakan sekian jumlah aktivitas fisik baik untuk Anda atau tidak, tetapi sampai kita memiliki lingkungan yang inklusif, sampai kita memiliki kesetaraan dalam konteks itu, maka anak-anak akan selalu berjuang, dan orang tua mereka akan selalu berjuang untuk bisa melakukan itu,” katanya.
Olahraga untuk disabilitas
Pedoman baru merekomendasikan bahwa anak-anak dan remaja penyandang disabilitas dianjurkan melakukan aktivitas aerobik intensitas sedang hingga kuat selama 120-180 menit seminggu, atau 20 menit sehari, dan terlibat dalam aktivitas yang berfokus pada kekuatan dan keseimbangan sekitar tiga kali seminggu.
"Kami tidak memiliki bukti untuk membuat rekomendasi menit untuk kekuatan dan keseimbangan," kata Charlie Foster, profesor aktivitas fisik dan kesehatan masyarakat di University of Bristol, yang juga terlibat dalam mengembangkan pedoman. Ia mengatakan kegiatan yang berfokus pada kekuatan dan keseimbangan termasuk menari, yoga, dan senam.
Foster menambahkan sebagaimana kelompok individu lain, semua gerakan sama pentingnya dan semua potongan kecil aktivitas ikut dihitung, ungkapan yang katanya lebih disukai oleh anak-anak dan remaja difabel yang terlibat dalam intervensi pedoman.
Smith mengatakan bahwa para peserta menekankan bahwa sementara jumlah aktivitas fisik adalah pesan yang bermanfaat, penting bagi mereka untuk menekankan kesetaraan, inklusivitas, kesenangan dan mengeksplorasi apa yang membuat mereka merasa baik.
“Pelajaran yang mereka ajarkan kepada kami [adalah] bahwa sumber daya dan pesan kesehatan masyarakat akan memiliki dampak yang lebih besar jika mereka diproduksi bersama dalam kemitraan yang tulus dengan orang-orang dengan pengalaman hidup,” kata Foster. Ia juga menyarankan pendekatan itu terbukti bermanfaat untuk bidang kesehatan masyarakat lainnya, termasuk penyerapan vaksin COVID-19.
Meskipun pedomannya tidak memecah rekomendasinya untuk kelompok disabilitas yang berbeda, setidaknya karena bukti khusus untuk beberapa kelompok kurang. Tapi tim mengatakan justru penting untuk menemukan apa yang berhasil bagi mereka, dan menyesuaikan latihan dengan apa yang dapat mereka lakukan pada hari itu, sebuah poin yang yang diangkat oleh anak-anak dan remaja difabel itu sendiri.
Pedoman tersebut, kata Smith, penting tidak hanya dari perspektif kesehatan masyarakat, tetapi juga karena mencakup sekelompok individu yang sering dilupakan.
“Jika masyarakat sudah melupakan disparitas kesehatan, ketimpangan kesehatan hanya dilanggengkan secara implisit jika tidak secara eksplisit di situ,” katanya, seraya menambahkan bahwa penyandang disabilitas seringkali terabaikan selama pandemi COVID-19.
“Ini hanya menempatkan penyandang disabilitas dan pemuda difabel di garis depan kebijakan, di garis depan agenda kami, di garis depan pemikiran kami, karena ada begitu banyak penyandang disabilitas muda di masyarakat,” katanya.
Advertisement