Sukses

Komplikasi Ekstremitas Bawah Terkait Diabetes Picu Amputasi dan Berujung Disabilitas Fisik

Diabetes-Related Lower Extremity Complications (DRLEC) atau komplikasi ekstremitas bawah terkait diabetes adalah salah satu penyebab disabilitas fisik.

Liputan6.com, Jakarta Diabetes-Related Lower Extremity Complications (DRLEC) atau komplikasi ekstremitas bawah terkait diabetes adalah salah satu penyebab disabilitas fisik.

Kebanyakan orang menganggap bahwa diabetes berkaitan dengan pola makan dan dapat diatasi dengan memperbaiki diet serta terapi insulin.

Namun, tidak banyak yang memikirkan bahwa sesuatu yang separah amputasi anggota badan dapat terjadi juga pada pengidap diabetes.

Menurut penelitian Saw Swee Hock School of Public Health (SSHSPH) dari National University of Singapore. Prosedur suram itu memang diperlukan untuk mengatasi DRLEC yang  angkanya cukup tinggi di Singapura.

Studi tersebut didasari data pada lebih dari 156.500 pasien dengan diabetes tipe 2 antara 2007 dan 2017 yang menemukan bahwa 20.744 pasien mengembangkan DRLEC.

Dari kelompok ini, 1.208 akhirnya menjalani amputasi anggota badan. Temuan ini dipublikasikan dalam Diabetologia.

Menurut penelitian, laki-laki memiliki insiden lebih tinggi daripada wanita. Namun, kejadian DRLEC tidak hanya terjadi pada pria tua. Pengidap diabetes yang mengalami komplikasi 13 persen di antaranya berusia di bawah 50 tahun, kata Associate Professor SSHSPH Kavita Venkataraman, mengutip Channel News Asia, Selasa (12/4/2022).

Untuk pasien di bawah usia 50, Venkataraman mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan diabetes untuk berkembang menjadi DRLEC adalah sekitar 27 bulan. Ini lebih pendek dari pasien yang lebih tua dengan rata-rata waktu sekitar 31 bulan.

Pada pasien di bawah usia 50, rata-rata sekitar sembilan bulan antara timbulnya DRLEC hingga amputasi, menurut penelitian. Pada pasien yang lebih tua, durasi rata-rata dipersingkat menjadi sekitar dua bulan.

2 dari 4 halaman

Kurangnya Kesadaran

Lebih lanjut, seperempat dari mereka yang menjalani amputasi sudah menjalani DRLEC pada konsultasi diabetes pertama mereka.

Temuan tersebut menggarisbawahi apa yang disoroti oleh pemerintah Singapura. Yakni, kurangnya kesadaran dan pengendalian diabetes. Statistik pada 2016 menunjukkan bahwa 400.000  orang hidup dengan diabetes di Singapura.

Dari jumlah tersebut, satu per tiganya tidak menyadari sedang mengidap penyakit yang disebut juga penyakit gula darah. Mereka yang menyadari kondisi mereka, satu per tiganya memiliki kontrol atau penanganan yang buruk.

“Dan kami bahkan belum mempertimbangkan mereka yang pra-diabetes, yang menurut penelitian ini, diperkirakan terjadi pada 430.000 orang Singapura berusia 18 hingga 19 tahun,” kata Venkataraman mengutip Channel News Asia.

Pra-diabetes adalah keadaan di mana kadar gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes.

Jika dibiarkan, hampir satu juta orang di Singapura akan menderita diabetes pada 2050 dan selanjutnya, ini juga sejalan dengan potensi peningkatan DRLEC.

3 dari 4 halaman

Bisa Berawal dari Hal Kecil

Bagi banyak pengidap diabetes yang diamputasi, penyebab amputasi bisa saja berawal dari hal kecil yang dialami sehari-hari. Misalnya, terbentur pintu, lecet kecil karena berjalan terlalu lama atau akibat sepasang sepatu baru yang tidak pas.

Kejadian tak terduga ini segera menyebabkan demam, pembengkakan dan rasa sakit yang tidak kunjung hilang atau luka yang tidak kunjung sembuh. Dan sebelum pasien mengetahuinya, dokternya acap kali memiliki kabar buruk yakni anggota badan harus diamputasi.

Di Indonesia, diabetes masih menjadi tantangan yang nyata. Begitu pula di negara lain seperti Singapura yang kasus diabetes melitusnya sedang meningkat.

“Dari 2019 hingga 2020, prevalensi kasar diabetes (di Singapura) adalah 9,5 persen, meningkat dari 8,8 persen pada 2017 meskipun perang melawan diabetes telah berlangsung selama lima tahun,” mengutip Channel News Asia, Senin (11/4/2022).

Menurut laporan Federasi Diabetes Internasional tahun 2021, Singapura terus memiliki prevalensi diabetes melitus yang tinggi sebesar 11,6 persen, dibandingkan dengan rata-rata global 9,8 persen, rata-rata Amerika 10,7 persen dan rata-rata Australia 6,4 persen.

4 dari 4 halaman

Penyakit Gaya Hidup

Diabetes juga acap kali disebut sebagai “penyakit gaya hidup”, diabetes dapat memburuk jika pasien tidak melakukan upaya-upaya seperti:

-Mengubah pola makannya menjadi lebih sehat dan teratur.

-Melakukan olahraga teratur sesuai kebutuhan tubuh.

-Mematuhi pengobatan dan menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol.

Ketika penyakit ini tidak dikelola dengan baik, ulkus atau luka kaki dapat berkembang dan ini berujung pada amputasi ekstremitas bawah. Amputasi ekstremitas bawah didefinisikan sebagai amputasi di bawah lutut.

Menurut data, Singapura memiliki tingkat amputasi yang cukup tinggi, hingga empat amputasi ekstremitas bawah dilakukan dalam sehari antara 2015 dan 2016.

Di Rumah Sakit Tan Tock Seng (TTSH), 80 persen pasien yang membutuhkan amputasi memiliki penyakit penyerta yang signifikan seperti tekanan darah tinggi atau penyakit jantung.

Kebanyakan pasien memiliki kesadaran yang kurang tentang bagaimana dampak dari ulkus kaki yang tidak diobati.

Pada 2017, TTSH memiliki sekitar 90 amputasi ekstremitas bawah utama. Untungnya, insiden amputasi ekstremitas bawah turun dengan intervensi dini melalui operasi vaskular dan pendekatan multidisiplin.