Sukses

Berujung pada Amputasi dan Disabilitas, Ini Alasan Luka pada Pasien Diabetes Melitus Jarang Disadari

Pasien diabetes melitus berisiko menjalani amputasi dan menjadi penyandang disabilitas. Ini acap kali diakibatkan luka yang tidak disadari dan berkembang menjadi komplikasi ekstremitas bawah.

Liputan6.com, Jakarta Pasien diabetes melitus berisiko menjalani amputasi dan menjadi penyandang disabilitas. Ini acap kali diakibatkan luka yang tidak disadari dan berkembang menjadi komplikasi ekstremitas bawah.

Komplikasi ekstremitas bawah terkait diabetes atau disebut juga Diabetes-Related Lower Extremity Complications (DRLEC) adalah komplikasi yang ditandai dengan luka yang tak kunjung sembuh pada pasien diabetes.

DRLEC acap kali tak disadari karena banyak pasien tidak memiliki gejala apa pun. Akibatnya, luka semakin membesar, infeksi, dan jika sudah sangat parah maka penanganannya adalah amputasi atau pengangkatan anggota tubuh.

Lantas, mengapa pasien diabetes tidak menyadari bahwa ia terluka?

Menjawab pertanyaan tersebut, dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin, metabolik, dan diabetes dari Rumah Sakit Pondok Indah, Wismandari Wisnu, menjelaskan bahwa penyandang diabetes dapat mengalami komplikasi kronik, seperti neuropati diabetikum.

“Pada kondisi ini penyandang diabetes bisa merasakan kesemutan, baal dan/atau nyeri. Saat pasien baal (tidak bisa merasakan sensasi apapun), pasien tidak bisa merasakan nyeri jika terluka, sehingga seringkali datang ke dokter sudah dalam kondisi luka yang memburuk,” katanya kepada Disabilitas Liputan6.com melalui keterangan tertulis, Jumat (29/4/2022).

Ketika luka sudah memburuk dan tidak dapat ditolong, maka pilihan terakhir yang bisa diambil adalah amputasi. Pengangkatan anggota tubuh ini kemudian berujung pada disabilitas fisik.

Meski begitu, Wismandari mengatakan bahwa DRLEC tak selamanya berakhir dengan amputasi.

DRLEC tidak selalu berujung pada amputasi. Bentuk dari DRLE bisa ulkus (luka) dengan infeksi, penyakit pembuluh darah perifer, dan gangren (matinya jaringan tubuh,” katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Amputasi untuk Menyelamatkan Pasien

Amputasi pada pasien DRLEC biasanya menjadi pilihan ketika luka memang sudah tidak bisa ditolong.

“Dokter akan selalu mencoba mempertahankan jaringan atau organ yang luka atau infeksi semaksimal mungkin, tetapi tidak jarang pasien datang terlambat.”

“Saat itu kondisi luka atau infeksi sudah sangat berat, sehingga banyak jaringan mati atau hancur yang jika tidak diamputasi justru akan memperburuk kondisi pasien secara umum dan bisa menyebabkan kematian. Sehingga terkadang dokter terpaksa mengambil langkah amputasi sejak awal.”

Menurut ketentuan medis, bagian tubuh yang perlu diamputasi adalah bagian tubuh yang sudah mati (gangren) atau hancur sampai ke tulang. Kemudian, terdapat infeksi yang sudah merambat sampai ke tulang (osteomyelitis) yang secara klinis tidak dapat dipertahankan walaupun sudah dalam perawatan secara komprehensif.

Ia menambahkan, suatu penelitian multi etnis di Singapura (Diabetologia 2021) menunjukkan, dari 156.593 penyandang diabetes 20.755 di antaranya didianosis DRLEC dalam 10,9 bulan setelah didiagnosis diabetes.

“Dari para penyandang tersebut 5,8 persen di antaranya berujung pada amputasi dalam 2,3 bulan setelah didiagosis DRLEC.”

3 dari 4 halaman

Pencegahan DRLEC

Untuk mencegah terjadinya DRLEC, penyandang diabetes harus mengendalikan diabetesnya secara komprehensif. Beberapa cara yang dapat dilakukan yakni mengontrol gula darah, kolesterol, dan juga tekanan darahnya.

Secara berkala penyandang diabetes harus cek kondisi klinis dan juga laboratorium untuk melihat adakah komplikasi yang sudah muncul. Pasien juga harus melakukan pemantauan gula darah mandiri di rumah, serta merawat, dan cek kaki sendiri secara berkala.

Sedangkan pada penyandang diabetes yang sudah mengalami luka diabetes, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia merekomendasikan tatalaksana kaki diabetes secara holistik dengan memperhatikan 6 aspek yang wajib untuk dikontrol.

Keenam aspek yang perlu dikontrol penyandang diabetes yang sudah mengalami luka menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia yakni:

-Kontrol mekanik

-Kontrol metabolik

-Kontrol vaskular

-Kontrol luka

-Kontrol infeksi

-Kontrol edukasi

Wismandari juga mengutip  data dari penelitian Riandini T. di Singapura tahun 2021. Penelitian tersebut mengatakan, penyandang diabetes tipe 2 yang paling banyak mengalami amputasi adalah umur 50-59 tahun (33 persen dari 1.208 kasus amputasi).

4 dari 4 halaman

Sebelum dan Setelah Pandemi

Wismandari juga menyampaikan, studi dari Yunir dkk membandingkan karakteristik kaki diabetes di RSCM sebelum dan setelah pandemi COVID-19. Pada studi ini umur terbanyak yang mengalami kaki diabetes adalah 57-58 tahun.

Studi ini menunjukkan perbedaan bermakna angka amputasi sebelum pandemi 39 persen dan setelah pandemi menjadi 56 persen, tetapi tidak disebutkan umur berapa yang paling banyak mengalami amputasi.

Di sisi lain, Associate Professor Saw Swee Hock School of Public Health (SSHSPH) Kavita Venkataraman mengatakan beberapa faktor risiko DRLEC yang meliputi:

-Memiliki kondisi kronis lainnya pada saat diagnosis diabetes

-Kontrol diabetes yang buruk

-Indeks massa tubuh yang tinggi

-Merokok

-Faktor usia

“Merokok, misalnya, berkontribusi terhadap DRLEC dengan merusak pembuluh darah di tungkai bawah,” kata Venkataraman mengutip Channel News Asia Kamis (14/4/2022).

Selain faktor merokok, laki-laki cenderung lebih berisiko terkena DLREC akibat hormon mereka.

Venkataraman mengatakan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria mungkin kekurangan faktor hormonal. Faktor ini melindungi wanita dari kerusakan saraf dan pembuluh darah di tungkai bawah.