Sukses

Menko PMK: Masa Depan Anak dan Penyandang Disabilitas yang Terdampak COVID-19 Harus Diperhatikan

COVID-19 berdampak besar bagi anak-anak yang kehilangan orangtua dan para penyandang disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta COVID-19 berdampak besar bagi anak-anak yang kehilangan orangtua dan para penyandang disabilitas.

Mengingat hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, masa depan anak-anak Indonesia, termasuk mereka yang kehilangan orangtua pada masa Pandemi COVID-19 harus diperhatikan.

“Anak-anak ini harus diperhatikan, dilindungi dan dibantu, baik dari aspek pengasuhannya, maupun bantuan untuk masa depannya,” ujar Menko PMK saat berkunjung ke Sentra Multilayanan Mahatmiya Tabanan Bali Kamis, mengutip keterangan pers Jumat (27/5).

Muhadjir menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Sosial, telah memberikan berbagai bantuan sosial untuk anak yang dimaksud. Baik bantuan nutrisi anak, maupun bantuan uang untuk kebutuhan hidup anak dalam skema Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI),

"Anak-anak tersebut diharapkan dapat memperoleh bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk meringankan beban orangtua. Keluarga yang mengasuh anak-anak yatim piatu tersebut dapat diajukan sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), dan bantuan-bantuan lain agar keluarga ini memiliki ketahanan untuk masa depannya,” jelasnya.

Pemerintah juga berkomitmen untuk membantu dan memberdayakan para penyandang disabilitas dalam bentuk Bantuan Sosial Khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Seperti kursi roda untuk para lanjut usia dan penyandang disabilitas fisik, tongkat sensorik, motor modifikasi untuk sarana usaha dan lain-lain.  

“Saya mohon agar Bapak Bupati beserta jajarannya, serta seluruh komponen masyarakat dan dunia usaha gotong royong untuk membantu anak yatim piatu dan penyandang disabilitas,” ungkapnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Bantuan di Tabanan

Dalam kesempatan yang sama, Muhadjir memberikan apresiasi  kepada Kementerian Sosial RI dan Bupati Tabanan.

Pasalnya, kedua pihak tersebut terus berupaya memberikan bantuan dan pemberdayaan kepada anak-anak yatim piatu serta para penyandang disabilitas. Para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan (PPKS) lain dari kelompok rentan, seperti para lansia yang terimbas dampak Pandemi COVID-19 juga turut menerima manfaat.

Selain berkunjung ke Sentra Mahatmiya Bali, Menko PMK juga turut berkunjung ke Desa Kediri, Kec. Kediri, Kab. Tabanan untuk meninjau bantuan sosial (bansos).

Adapun menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Tabanan I Gede Susila, program sosial yang dilaksanakan Pemda Tabanan sudah tersalurkan dengan baik.

Tercatat sebanyak 12.457 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sudah menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dalam tahap 2 termin 10, 2.500 KPM sudah menerima bansos pangan atau sembako, dan total 24.757 KPM sudah menerima bantuan BLT Migor.

“Sekiranya ini bisa mengurangi beban masyarakat Tabanan akibat pandemi, dan kita akan segera menuju endemi,” jelas Sekda.

Adapun dalam kunjungan tersebut, Kemenko PMK memberikan bantuan berupa peralatan sekolah dan tali asih masing-masing senilai Rp 150.000,- kepada 36 anak-anak yang kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya, khususnya karena pandemi COVID-19.

3 dari 4 halaman

COVID-19 Picu Kondisi Disabilitas

COVID-19 memang tidak hanya memberi dampak jangka pendek bagi masyarakat. Wabah ini bahkan bisa menyebabkan dampak jangka panjang bagi sebagian orang.

Salah satu hal yang kurang dibahas dari efek jangka panjang pandemi COVID-19 adalah bahwa Long COVID kemungkinan akan menciptakan lonjakan signifikan pada populasi penyandang disabilitas.

Dilansir dari Forbes, beberapa yang akrab dengan sejarah disabilitas berpendapat kalau Long COVID mungkin memiliki dampak yang mirip dengan dua Perang Dunia dan epidemi Polio pada awal dan pertengahan abad ke-20.

Peristiwa-peristiwa hebat ini meningkatkan jumlah penyandang disabilitas. Yang pada gilirannya memiliki banyak efek pada status hukum penyandang disabilitas, pengembangan dan arah layanan disabilitas, dan bentuk komunitas disabilitas dan advokasi.

Perang dan penyakit baru menciptakan penyandang disabilitas baru. Tapi bahkan tanpa peristiwa penting seperti COVID-19, semua orang memiliki kemungkinan menjadi difabel. Ini hampir tak terelakkan. Jutaan orang yang tidak difabel sekarang suatu hari akan memperoleh setidaknya beberapa jenis disabilitas, mungkin karena penyakit atau kecelakaan.

4 dari 4 halaman

Menjadi DIsabilitas Usai Infeksi COVID

Dengan demikian juga menunjukkan kalau di antara penyandang disabilitas juga terdapat perbedaan dalam menerima disabilitas. Karena ada yang dilahirkan dengan disabilitas, atau mendapat disabilitas suatu saat dalam hidup, dan itu membentuk kehidupan dan kepribadian mereka untuk bersanding dengan disabilitas.

Meskipun pada akhirnya mereka akan belajar hidup sebagai penyandang disabilitas, tapi penyandang disabilitas baru akan mengalami perjuangan yang tidak dialami penyandang disabilitas seumur hidup.

Maka dari itu, mereka perlu memahami beberapa fakta, salah satunya terkait meluapkan emosi.

Wajar dan bahkan sehat untuk sedih dan marah karena menjadi difabel. Pasalnya, seseorang yang menjadi disabilitas di usia dewasa atau bukan sejak lahir akan mengalami perubahan hidup yang drastis. Jika ingin marah karena hal tersebut, maka itu sah-sah saja asal tidak terlalu berlarut-larut.

“Anda memerlukan sedikit kemarahan dan duka. Karena wajar untuk merasa hidup sebagai disabilitas mungkin sulit, terutama di awal mengalaminya. Jadi wajar untuk bereaksi sedikit negatif terhadap kesulitan baru yang tidak Anda duga sebelumnya.”