Liputan6.com, Jakarta Anak penyandang disabilitas perkembangan atau developmental disability acap kali menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya.
Menurut Psikolog dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Tri Puspitarini, lima masalah yang dapat dihadapi oleh anak penyandang disabilitas perkembangan adalah masalah masalah akademik, konsep diri negatif, masalah keluarga dan keuangan, masalah komunikasi dan pergaulan, serta masalah akses pelayanan kesehatan.
Baca Juga
Masalah Akademik
Advertisement
Umumnya siswa penyandang disabilitas perkembangan memiliki kesulitan dalam akademik. Mereka memiliki riwayat beberapa kali pindah sekolah, ditolak sekolah tertentu, dan nilai-nilai belajar yang buruk.
Tidak sedikit orangtua yang baru mengetahui bahwa anaknya memiliki disabilitas perkembangan ketika mereka akan memasukan anaknya ke sekolah dasar, sehingga sudah agak terlambat dalam penanganannya.
Konsep Diri Negatif
Hampir semua siswa berkebutuhan khusus yang pernah melakukan konseling psikologi dalam ruangan praktik, menyebut diri mereka dengan label: bodoh, nakal, aneh, weirdo, pemarah, pengganggu, autis dan sebagainya.
“Hampir semua dari mereka pernah mengalami perundungan, pengucilan, dan pengabaian,” kata Tri dalam seminar daring Daewoong ditulis Kamis (2/6/2022).
Masalah Keluarga dan Keuangan
Usaha yang konsisten seperti terapi yang terjadwal, pemeriksaan neurologi secara berkala, beberapa melakukan pengaturan gizi (diet) yang ketat, serta perawatan khusus, membutuhkan orangtua atau keluarga yang tekun dan sabar.
Selain menyita banyak waktu dan tenaga, berbagai perawatan khusus bagi anak dengan disabilitas perkembangan cenderung menguras biaya yang tidak sedikit.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masalah Lainnya
Masalah lain yang dapat dihadapi anak penyandang disabilitas perkembangan dan keluarganya yakni:
Masalah Akses Pelayanan Kesehatan
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018-2020, layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas masih relatif terbatas pada pengeluaran kesehatan yang sifatnya esensial. Sedangkan untuk penanganan lain termasuk alat-alat bantu dan terapi masih belum dapat terakomodasi dengan baik.
Masalah Komunikasi dan Pergaulan
Dalam pergaulan siswa berkebutuhan khusus juga sering mengalami penolakan dari kelompok teman sebaya.
Mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan dianggap “tidak nyambung” sehingga tidak diajak bermain.
Beberapa dianggap aneh karena pada anak-anak dengan gangguan spektrum autis misalnya, mereka lebih kesulitan dalam merespons percakapan sosial atau aturan dalam permainan.
Kesulitan dalam berkomunikasi juga menyebabkan anak-anak penyandang disabilitas perkembangan sulit untuk mengutarakan perasaan mereka.
Hal-hal sederhana yang mudah dimengerti oleh anak biasa tidak dapat begitu saja dimengerti pula oleh anak yang menyandang disabilitas perkembangan. Mereka cenderung sulit mengekspresikan rasa sedih, kesal, bahagia, atau sakit.
Advertisement
Jika Dibiarkan
Kesulitan Komunikasi pada anak dengan disabilitas berkembangan tidak boleh dibiarkan begitu saja. Pasalnya, jika terus-terusan dibiarkan maka akan berdampak pada emosi anak.
“Dampaknya apa sih kalau mereka ini kesulitan berkomunikasi tapi kita diemin dan kita enggak tanggap dengan kebutuhan mereka? Dampaknya bisa bermacam-macam dan yang paling terlihat mereka bisa meltdown,” kata Tri.
Meltdown adalah istilah yang merujuk pada kondisi marah dan ngamuk yang meluap-luap. Jika hal ini terjadi, anak bisa menangis, membentur-benturkan kepala, guling-guling dan ini bisa terjadi di mana saja termasuk di tempat umum.
“Ini biasanya terjadi karena orangtua atau lingkungan tidak paham apa yang ingin anak sampaikan akibat hambatan-hambatan komunikasi.”
Bahkan, jika hal ini terjadi terus hingga anak dewasa, maka ini akan menyebabkan situasi-situasi darurat dengan keparahan yang lebih serius.
Sebelumnya Tri menyampaikan, definisi disabilitas perkembangan menurut American Psychological Association. Menurut asosiasi tersebut, disabilitas perkembangan adalah kondisi perkembangan yang ditandai oleh adanya gangguan baik fisik maupun kognitif yang terjadi sebelum usia 22.
Gangguan ini menyebabkan keterbatasan pada fungsi hidup dan adaptasi, serta berkelanjutan di sepanjang kehidupan penyandangnya.
Definisi Lainnya
Sedangkan, menurut The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Ed, DSM-5 disabilitas perkembangan adalah sekumpulan kondisi yang terjadi di masa perkembangan.
Gangguan ini umumnya muncul di masa perkembangan awal, bahkan sebelum usia sekolah. Ditandai adanya kelainan perkembangan yang menyebabkan gangguan fungsi hidup baik personal, sosial, akademik, dan pekerjaan.
Definisi lain dikemukakan oleh Committee on Nervous System Disorders in Developing Countries Board on Global Health 2001.
Menurut komite ini, disabilitas perkembangan merujuk pada anak dengan karakteristik khusus dan memiliki keterbatasan pada fungsi-fungsi hidup yang dilatari oleh adanya gangguan dalam proses perkembangan (terkait dengan perkembangan fisik dan sistem saraf). Kondisi ini termanifes dalam fungsi hidup sehari-hari sejak masa kanak-kanak dan sepanjang perkembangan hidupnya.
Disabilitas perkembangan terbagi dalam beberapa kategori termasuk:
-Gangguan Intelektual
-Autism Spectrum Disorder (ASD)
-Gangguan Komunikasi
-Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADD/ADHD)
-Gangguan Belajar Spesifik (Dyslexia, Dysgraphia, Dyscalculia)
-Gangguan Motorik
-Gangguan Tic
-Gangguan Perkembangan lainnya.
Advertisement