Liputan6.com, Jakarta Mutisme selektif atau biasa disebut bisu selektif berbeda dari kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan fisik atau kognitif untuk berbicara. Orang dengan kondisi mutisme selektif dapat berbicara, tetapi mereka merasa sulit karena kecemasan. Untuk alasan ini, banyak dokter dan kelompok advokasi mendefinisikan mutisme selektif sebagai gangguan kecemasan.
Dilansir dari MedicalNewsToday, mutisme selektif adalah kondisi langka yang menyebabkan kesulitan berbicara dalam situasi tertentu tetapi tidak pada situasi lain. Beberapa menyebutnya sebagai fobia berbicara.
Baca Juga
Orang dengan kondisi mutisme selektif dapat menjadi komunikator yang percaya diri dalam banyak konteks tetapi di suatu waktu bisa kesusahan jika dalam situasi asing baginya.
Advertisement
Misalnya, pada anak-anak, mutisme selektif sering dimulai ketika anak mulai bersekolah atau memasuki lingkungan publik lainnya untuk pertama kalinya. Pengaturan ini dapat mencakup penitipan anak, gereja, teman bermain, atau pelajaran musik.
Usia rata-rata timbulnya mutisme selektif adalah 5 tahun, meskipun ini mungkin karena usia ini adalah usia di mana banyak anak mulai bersekolah. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa mutisme selektif mempengaruhi kurang dari 1% anak-anak. Terkadang, mutisme selektif bertahan hingga dewasa.
Kondisi ini tampaknya lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, meskipun alasannya tidak jelas. Ini juga lebih sering terjadi pada anak-anak yang merupakan imigran atau pembelajar bahasa kedua.
Panduan diagnosis dan statistik gangguan mental (DSM-5) mendefinisikan mutisme selektif sebagai gangguan kecemasan. Kondisi ini secara khusus mencatat bahwa dokter tidak boleh mendiagnosis mutisme selektif ketika ternyata pasien menunjukkan gejala jelas diagnosis lain, seperti gangguan spektrum autisme (ASD).
Oleh karena itu, mutisme selektif dan ASD tidak bisa didiagnosis bersamaan pada satu orang.
Definisi ini kontroversial. Beberapa peneliti berpendapat bahwa mutisme selektif mungkin merupakan gejala ASD atau diagnosis yang umumnya terjadi bersamaan dengan ASD. Misalnya, sebuah studi tahun 2018 terhadap 97 anak dengan diagnosis mutisme selektif menemukan bahwa 63% juga autisme.
Apakah mutisme selektif dan ASD terkait terus menjadi bahan perdebatan. Namun, orang tua dan pengasuh dapat mencari bantuan ahli dan saran dari dokter anak yang berpengetahuan atau profesional kesehatan mental.
Â
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penyebab
Mutisme selektif bukanlah hasil dari pembangkangan maupun ketidakpatuhan. Sebaliknya, orang dengan mutisme selektif merasa tidak dapat berbicara karena kecemasan dan rasa malu yang intens. Mereka mungkin takut orang lain menilai, mengejek, atau mengabaikan mereka.
Kondisi ini tidak memiliki penyebab tunggal. Sebaliknya, banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengembangkan mutisme selektif. Faktor-faktor ini termasuk :
- Transisi yang signifikan: Pergi ke sekolah dapat menyebabkan kecemasan pada anak-anak. Ini terutama benar jika mereka memiliki sedikit kesempatan untuk bersosialisasi sebelumnya atau mereka adalah pembelajar bahasa kedua. Anak-anak bilingual terlalu terwakili dalam studi tentang mutisme selektif, yang menunjukkan bahwa kecemasan tentang berkomunikasi dapat berkontribusi pada kondisi tersebut.
- Lingkungan rumah: Anak-anak yang mengamati perilaku cemas atau menghindar di rumah dapat belajar untuk berperilaku dengan cara yang sama. Hal ini dapat menyebabkan mereka menghindari situasi yang membuat mereka gugup, seperti situasi sosial. Penghindaran ini dapat, pada gilirannya, memperkuat rasa takut untuk berbicara.
- Genetika: Bisu selektif cenderung diturunkan dalam keluarga, dan para peneliti telah mengidentifikasi setidaknya satu gen yang tampaknya meningkatkan peluang untuk mengembangkannya.
- Gangguan kecemasan lainnya: Memiliki gangguan kecemasan lain mungkin berperan dalam perkembangan mutisme selektif. Beberapa contoh termasuk kecemasan perpisahan, kecemasan sosial, dan gangguan obsesif-kompulsif.
Â
Â
Advertisement
Tanda dan Gejala
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5) menyatakan bahwa untuk memenuhi kriteria mutisme selektif, seseorang harus memiliki:
Kesulitan berbicara secara konsisten dalam situasi di mana diharapkan berbicara, seperti di sekolah, meskipun memiliki kemampuan untuk berbicara dalam situasi lain
- kesulitan berbicara yang bukan karena kurangnya pengetahuan atau kenyamanan dengan bahasa yang digunakan seseorang
- kesulitan berbicara yang lebih mungkin disebabkan oleh kondisi lain, seperti gangguan komunikasi- gejala yang berlangsung setidaknya selama 1 bulan dan mengganggu sekolah, pekerjaan, atau bersosialisasi
Misalnya, seseorang mungkin hanya berbicara ketika di rumah atau dengan sekelompok orang tertentu.
Ketika seseorang dengan mutisme selektif berada dalam situasi di mana mereka mengalami kesulitan berbicara, mereka dapat menggunakan alat komunikasi lain. Ini dapat mencakup:
- bisikan
- menulis sesuatu
- membuat gerakan, seperti menunjuk
Mutisme selektif sering terjadi dengan gejala kecemasan sosial. Pada orang dewasa, kondisi ini dapat menyebabkan:
- rasa malu yang ekstrem
- menghindari percakapan
- kurangnya kontak mata
- membeku saat diletakkan di tempat
- kecemasan tentang makan di depan umum, menggunakan toilet, atau berada di foto
Pada anak-anak, kecemasan sosial dapat menyebabkan perilaku seperti bersembunyi atau melarikan diri, menempel pada orang tua atau pengasuh, menangis, atau mengamuk ketika seseorang meminta mereka untuk berbicara.
Â
Â
Diagnosis
Diagnosis Mendiagnosis mutisme selektif melibatkan penilaian yang komprehensif, yang mungkin melibatkan :
- evaluasi pidato dan bahasa
- wawancara dengan orang tua, pengasuh, atau guru
- kolaborasi dengan berbagai spesialis, mungkin termasuk dokter anak, psikolog anak, analis perilaku, konselor bimbingan, atau pekerja sosial
Evaluasi bicara dan bahasa dapat menyaring kondisi lain yang mungkin menyebabkan kesulitan berbicara, seperti keterlambatan bicara atau gangguan pendengaran. Kemudian, wawancara dengan anggota keluarga dapat membantu spesialis memahami:
- ketika gejala mulai bagaimana anak saat ini berkomunikasi
- lingkungan rumah
- riwayat kesehatan keluarga
Akhirnya, ahli patologi wicara-bahasa (SLP) mungkin ingin bertemu anak secara informal untuk mengamati perilaku mereka. Meminimalkan stres penting pada tahap ini, sehingga SLP tidak akan menekan anak untuk berbicara.
Â
Advertisement
Tips menanganinya
Beberapa contoh perawatan untuk mutisme selektif:
1. Komunikasi augmentatif dan alternatif (AAL): AAL melibatkan pemberian sementara kepada orang-orang cara berkomunikasi alternatif yang menurut mereka tidak terlalu membuat stres. Misalnya, seorang anak mungkin belajar menggunakan gerakan atau menunjuk ke simbol.
Dalam jangka pendek, ini dapat membantu anak berkomunikasi di sekolah, tetapi ini bukan solusi jangka panjang.
2. Terapi berbasis paparan: Pendekatan ini melibatkan paparan bertahap terhadap situasi yang mungkin membuat seseorang merasa cemas, sehingga mereka dapat berlatih berbicara. Seiring waktu, ini menunjukkan kepada orang tersebut bahwa mereka dapat berbicara di depan orang banyak.
3. Pendekatan suara ritual (RSA): Terapi ini melibatkan SLP yang membantu anak belajar menghasilkan suara dari perspektif mekanis. Mereka mungkin mulai dengan suara nonspeech, seperti meniup atau batuk, kemudian secara bertahap mengenalkan suku kata dan kemudian kata-kata.
Perawatannya bisa bervariasi, namun tujuannya tetap berpusat pada:
- mengurangi kecemasan dalam pengaturan sosial- membantu orang tersebut berlatih berbicara- memperkuat perilaku nonavoidant
Selain saran di atas, orang-orang di sekeliling penderitanya bisa membantu menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak-anak dengan mutisme selektif dengan cara:
- Penguatan positif: Penting untuk memuji anak ketika mereka mencoba berkomunikasi dengan keras, bahkan ketika itu tidak sempurna. Namun, ini harus dalam pengaturan pribadi untuk menghindari menyebabkan rasa malu.
- Kesabaran: Mungkin perlu waktu lebih lama bagi anak dengan mutisme selektif untuk menjawab pertanyaan. Cobalah untuk bersabar dan beri mereka waktu untuk memilih kata-kata mereka, dan dorong orang lain untuk melakukan hal yang sama
.- Penyesuaian lingkungan: Penting untuk tidak menghindari semua sumber stres ketika seorang anak memiliki mutisme selektif, karena ini dapat memperkuat penghindaran. Namun, mengubah lingkungan dapat membantu membuat segalanya lebih mudah. Misalnya, alih-alih menghindari pertemuan keluarga sama sekali, pertimbangkan untuk memperkenalkan anak-anak kepada anggota keluarga secara individu dan memberi mereka waktu untuk merasa nyaman berada di dekat setiap orang.
- Kegiatan bersama: Jika seorang anak merasa sulit untuk berbicara, cobalah melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama sebagai gantinya. Ini dapat mengalihkan fokus komunikasi sambil tetap memberikan kesempatan untuk menjalin ikatan.
- Komunikasi alternatif: Anak-anak mungkin memerlukan cara berbicara alternatif pada saat mereka merasa stres. Ini bisa melibatkan penggunaan gerakan, tulisan, atau pesan teks. Pastikan anak tahu bahwa tidak dapat berbicara bukanlah suatu kegagalan dan boleh saja menggunakan metode lain ketika mereka merasa perlu.
- Mendidik orang lain: Pastikan bahwa anggota keluarga dan guru lain memahami mutisme selektif dan akomodasi yang dibutuhkannya. Misalnya, guru mungkin perlu memahami metode komunikasi alternatif anak sehingga mereka dapat meminta untuk menggunakan kamar mandi.
Saran dari Selective Mutisme Foundation, menempatkan anak-anak dengan kondisi ini di sekolah khusus tidak akan tampak bermanfaat. Karena kondisi ini saja tidak menyebabkan gangguan bicara atau bahasa meupun disbailitas intelektual. Jadi dukungan yang diberikan di sekolah khusus mungkin tidak akan berguna baginya.
Â