Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan masyarakat umum dalam berbagai hal termasuk hak beribadah.
Berbagai ibadah bisa dilakukan oleh penyandang disabilitas khususnya down syndrome. Ada ibadah yang bisa dilakukan secara mandiri seperti salat 5 waktu, ada pula yang perlu pendampingan seperti umrah.
Baca Juga
Terkait umrah, ibu asal Jakarta Selatan Ernie Parwatie menceritakan pengalamannya membawa buah hati down syndrome, Raafi Fadillah untuk pergi ke tanah suci.
Advertisement
Menurut Ernie, ide membawa Raafi pergi umrah berawal saat putranya menginjak usia 8. Pada Maret 2013, Raafi terkena stroke dan sempat dirawat satu bulan.
“Satu bulan dirawat dan hanya berbaring di tempat tidur. Jadi saya punya nazar kalau sembuh dan bisa jalan lagi, akan saya bawa pergi umrah. Akhirnya Juni 2018 niat itu kesampaian,” kata Ernie kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan teks Selasa (28/6/2022).
Dalam perjalanan tersebut, ibu berusia 55 itu berangkat berdua tanpa dampingan suami dan ikut travel.
Rencana umrah dengan Raafi terbilang mendadak dan berawal dari tawaran rekan yang memiliki travel.
“Waktunya cuma 2 minggu karena mendadak ada tawaran dari teman yang punya travel, jadi saya cuma bilang ‘Mas Raafi kita mau naik pesawat lihat Kabah mau tidak?’ dia langsung jawab ‘Mauuu’ dia semangat sekali.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Barang-Barang yang Wajib Dibawa
Ernie pun menjelaskan barang apa saja yang wajib dibawa ketika umrah dengan buah hati spesialnya.
Menurutnya, hal-hal yang harus dibawa adalah makanan kesukaannya seperti sereal instan, susu, dan oat.
“Juga obat-obatan dan vitamin yang biasa diminum. Perlengkapan lainnya sama seperti perlengkapan umrah biasa.”
Jika umrah bersama anak berkebutuhan khusus (ABK) terdengar sulit dan ribet, hal ini ditepis oleh Ernie. Menurut pengalamannya, umrah bersama buah hati yang menyandang down syndrome bisa berjalan dengan baik.
“Alhamdulillah semua lancar tak ada kendala sama sekali bahkan banyak bantuan yang tak terduga kami dapatkan, di pesawat selama 9 jam anteng, waktu antre di imigrasi bandara tertib baris walaupun lama dan selalu tersenyum bahagia,” katanya.
Ia juga membagikan cerita paling mengesankan ketika umrah dengan Raafie. Menurutnya, ketika Sa'i yang ke-5 ia sudah kepayahan karena harus menggandeng sambil agak menarik tangan Raafi sehingga terasa agak berat.
Advertisement
Hal Mengesankan
Ketika sudah merasa lelah, dalam hati ia berkata: “Ya Allah saya sudah tidak kuat ini tolong beri kekuatan, sambil nengok ke Raafi, saya lihat Raafi tersenyum dan bilang ‘unda lari yuk’ karena dia lihat yang lain lari-lari kecil pas lampu hijau.”
“Padahal itu jam 3 pagi kami belum istirahat karena berangkat dari Madinah jam 2 siang sampai Mekah jam 12 mlm, jam 1 langsung tawaf dan Sa'i.”
Melihat Raafi yang begitu semangat ia langsung segar dan tambah tenaga. Ia bahkan mengajak Raafi mencium Kabah padahal saat itu situasinya sangat ramai.
“Saya cuma bilang ‘Nak bunda ingin ajak cium Kabah tapi bisa dak ya’ tiba-tiba ada orang tinggi besar langsung meluk Raafi diajak nyebrang lewati manusia segitu banyak sampai ke dinding Kabah.”
“Setelahnya entah ke mana perginya orang tersebut. Masih banyak lagi hal-hal menakjubkan yang kami alami. Raafi juga dipanggil penjaga tuk bisa masuk ke Raudah pegang pintu makam Rasul, padahal yang lain tidak bisa.
Tips Umrah Ceria dengan Anak Down Syndrome
Ernie kemudian memberikan tips umrah ceria bersama anak dengan down syndrome.
Menurutnya, ketika mengajak anak untuk umrah, orangtua harus bisa menjaga suasana hati anak. Ini bisa dilakukan dengan membawa mainan dan makanan kesukaannya.
“Tiap anak beda-beda, kebetulan Raafi senang rame-rame begitu dan suka bercanda jadi di grup selalu di cari-cari bahkan pada minta foto karna mereka kagum liat semangatnya Raafi.”
“Pokoknya jangan takut bawa ABK tuk umrah karena akan selalu ada kemudahan tuk mereka.”
Raafi adalah anak down syndrome kelahiran Jakarta, 30 Juli 2005. Di usia yang cukup belia yakni 15 tahun, ia sudah aktif menari, bermain musik dan suka olahraga.
Sekitar 4 atau 5 tahun lalu, Raafi mencoba bermain alat musik jimbe. Tak disangka, perkenalannya dengan jimbe membuat ia jatuh hati.
Menurut sang ibu, kecintaan Raafi pada alat musik jimbe berawal dari ajakan untuk berkunjung ke tempat les jimbe.
“Waktu itu saya ajak dia ke tempat les jimbe dan ketika mencoba dia suka,” ujar Ernie.
Raafi pun diikutsertakan dalam les jimbe sejak empat tahun belakangan. Jadwal latihannya satu minggu satu kali dan sering juga melakukan latihan di rumah setiap hari atau dua hari sekali tergantung keinginan dan mood.
Setelah berlatih Jimbe, Ernie melihat berbagai perkembangan pada anak keduanya itu. Menurutnya, Raafi kini lebih bisa konsentrasi dan tangannya pun menjadi lebih kuat.
“Dia jadi lebih konsentrasi dan tangan kirinya yang masih lemah karena stroke 9 tahun lalu mulai lebih kuat,” pungkasnya.
Advertisement