Liputan6.com, Jakarta Para siswa kelas 2 SD di Omagh Integrated Primary School mempelajari bahasa isyarat tahun ini. Mereka antusias mempelajari keterampilan baru ini untuk mendukung teman sekelas mereka yang Tuli, Callum.
Anak-anak ini bahkan menjadi inspirasi polisi lingkungan setempat dan layanan darurat lainnya untuk turut mempelajari keterampilan bahasa isyarat.
Baca Juga
Dilansir dari BBC, Ibu Callum, Kirsty Bradley mengatakan teman-teman sekelasnya Callum berupaya membantu menjadikan putranya tersebut bagian dalam kelompok.
Advertisement
"Ia melihatnya hanya sebagai sesuatu yang dilakukan seluruh kelas dan teman-temannya, sementara teman-temannya hanya melihatnya sebagai Callum, teman sekelas mereka. Meskipun ia memiliki alat bantu dengar, tetapi itu tidak menjadikannya berbeda dengan teman-temannya. Ada lebih banyak hal tentang Callum, seperti selera humornya dan lain sebagainya," kata sang ibu, dikutip dari BBC.
Callum memiliki gangguan pendengaran. Sehingga ia harus menggunakan alat bantu dengar di setiap beraktivitas.
Bagi Callum, ia melihat teman-temannya yang sedang belajar bahasa isyarat sebagai sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan sekelas.
Rupanya pelajaran ini menjadi sangat populer. Anak-anak bahkan menggunakan bahasa isyarat saat di luar kelas.
"Saya pikir, itu membuat anak-anak lebih sadar tentang cara lain saat tiba waktunya menggunakan bahasa isyarat. Anak-anak kami bahkan berkomunikasi (menggunakan bahasa isyarat) dengan para orang tua yang mungkin mengalami gangguan pendengaran," kata Natasha Eccles, salah satu guru di Omagh Integrated Primary School tentang muridnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Anak-anak begitu inklusif
Para murid telah terinspirasi Giovanny dari Strictly Come Dancing yang menari dengan aktor tunarungu untuk memenangkan kompetisi tahun lalu. Bahkan anak-anak mendapat dukungan langsung dari sang idola melalui video singkat yang berisikan.
"Saya tahu Anda telah belajar bahasa isyarat, itu luar biasa, selamat untuk Anda semua karena begitu inklusif," ujar Giovanni Pernice dalam video singkat tersebut.
"Saya pikir, ketika bekerja dengan komunitas tunarungu lokal, sebaiknya kami juga mencoba dan mempelajari beberapa bahasa isyarat sehingga kami dapat berkomunikasi dengan mereka dalam bahasa pilihan mereka sendiri." ujar Sersan Jhonny Hamill, PSNI (Police Service of Northern Ireland).
Advertisement
Bahasa isyarat masuk kurikulum sekolah di Irlandia
Koresponden Selandia Baru Tussie Ayu menceritakan terkait peran pemerintah di negara tersebut dalam mengembangkan lingkungan inklusif bagi masyarakat penyandang disabilitas.
“Jadi di Selandia Baru ada 3 bahasa resmi yakni Bahasa Inggris, Bahasa Maori, dan bahasa isyarat. Jadi ketiga bahasa ini sama-sama utamanya, tingkatannya sama-sama tinggi, dan sama-sama sering digunakan juga,” kata Tussie dalam Liputan6 Update, Jumat (3/12/2021).
Bahkan, pelajaran bahasa isyarat sudah diajarkan sejak dini pada anak-anak sekolah di sana.
“Anak saya dari kelas 1 (SD) diajarkan bahasa isyarat dari yang paling sederhana seperti selamat pagi, selamat malam, mereka sudah tahu bahasa isyaratnya seperti apa.”
Dengan kata lain, pelajaran bahasa isyarat telah masuk dalam kurikulum pembelajaran di negara tersebut.
utup Tussie.
Keberpihakan pemerintah pada disabilitas
Dari hal-hal itu, dapat terlihat keberpihakan pemerintah setempat terhadap warga disabilitas. Bahkan, sekolah umum di Selandia Baru selalu menerima anak penyandang disabilitas seperti autisme dan disabilitas daksa.
“Setiap mau masuk sekolah, pasti ada pertanyaan di formulir pendaftaran terkait kondisi pendaftar apakah memiliki disabilitas atau tidak.”
Hal ini dipertanyakan agar pihak institusi pendidikan dapat mempersiapkan asistensi khusus pada murid disabilitas.
Penanaman nilai inklusif telah dilakukan sejak dini di sekolah-sekolah Selandia Baru. Hal ini diketahui Tussie dari keseharian anaknya di sekolah.
Menurutnya, tak hanya guru tapi anak-anak juga diajarkan berempati dan bertanggung jawab untuk membantu murid penyandang disabilitas.
“Misalnya, setiap jam istirahat murid-murid diberi kesempatan untuk menjadi relawan dalam memantau adik kelasnya yang menyandang autisme dan anak saya senang melakukan itu.”
Menurut pengamatan Tussie, selain sekolah, fasilitas publik di Selandia Baru dinilai sudah sangat akses. Contoh, untuk fasilitas dalam ruangan pasti selalu ada lift untuk penyandang disabilitas khususnya pengguna kursi roda. Toilet khusus pun sangat mudah ditemukan.
“Kemudian untuk fasilitas luar ruangan, misalnya tangga, itu selalu ada jalan khusus untuk warga disabilitas. Kalau transportasi umum seperti bus itu sudah ada bidang miring untuk dilintasi kursi roda. Jadi fasilitas umumnya sih sudah sangat ramah bagi penyandang disabilitas,” ujarnya.
Advertisement