Sukses

AAC, Strategi Khusus Bantu Lancarkan Komunikasi Penyandang Disabilitas dengan Nakes

Penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan acap kali menghadapi masalah komunikasi. Kemampuan komunikasi yang terbatas membuat mereka sulit mengungkapkan perasaan bahkan ketika sakit. Buku komunikasi berbasis Augmentative and Alternative Communication (AAC) atau komunikasi alternatif bisa sangat membantu.

Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan acap kali menghadapi masalah komunikasi. Kemampuan komunikasi yang terbatas membuat mereka sulit mengungkapkan perasaan bahkan ketika sakit.

Diperlukan terapi dan strategi khusus untuk memicu perkembangan keterampilan komunikasi penyandang disabilitas tersebut. Salah satunya dengan menggunakan buku komunikasi berbasis Augmentative and Alternative Communication (AAC) atau komunikasi alternatif.

Hal ini disampaikan psikolog perkembangan lulusan Universitas Indonesia, Tri Puspitarini, S.Psi, M.Psi. Menurutnya, dibutuhkan alat yang secara mudah dapat dipahami oleh penyandang disabilitas perkembangan melalui gambar dan kata-kata yang sederhana.

Salah satu alat tersebut adalah buku komunikasi berbasis Augmentative and Alternative Communication (AAC) yang bisa digunakan ketika pemeriksaan kesehatan bersama tenaga kesehatan (nakes).

“AAC adalah istilah umum yang mencakup metode komunikasi yang digunakan untuk melengkapi atau menggantikan ucapan atau tulisan bagi mereka yang kesulitan dalam produksi bahasa lisan atau tulisan,” ujar Tri mengutip keterangan pers Daewoong Pharmaceutical Senin (11/7/2022).

AAC digunakan dalam berbagai kasus gangguan bicara dan bahasa, termasuk gangguan kongenital seperti gangguan serebral, kelumpuhan, gangguan intelektual dan autisme. Pada kondisi seperti amyotrophic lateral, sclerosis dan parkinson, AAC dapat menjadi bantuan media komunikasi permanen atau sementara.

Secara sederhana, AAC merupakan suatu ilmu yang didalamnya mencakup metode dan cara yang dapat membantu seseorang yang mengalami kesulitan berkomunikasi secara lisan dan verbal dengan orang di sekitarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Modern AAC

Penggunaan modern AAC dimulai di Amerika pada 1950-an. Awalnya, ini digunakan pada mereka yang kehilangan kemampuan berbicara saat mengikuti prosedur bedah.

Penggunaan bahasa isyarat manual dan simbol grafis komunikasi ini kemudian tumbuh pesat selama 1960-1970-an. Perkembangan ini seiring dengan peningkatan komitmen terhadap inklusi penyandang disabilitas dan dalam rangka mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk kemandirian.  

AAC mencakup perangkat berteknologi rendah dan peralatan berteknologi tinggi. AAC dapat berupa perangkat elektronik maupun non-elektronik, keduanya dapat dibuat untuk individu tertentu dengan bentuk yang sederhana maupun kompleks.

Di Indonesia, Daewoong Pharmaceutical baru-baru ini merilis proyek “Say Pain!,” atau “Katakan sakitmu” proyek ini sudah berjalan di Korea sejak 2019.

Mengacu pada fakta penelitian, tingkat literasi penyandang disabilitas perkembangan di Korea sangat rendah. Adanya kesulitan dalam berkomunikasi menyebabkan penyandang disabilitas perkembangan di sana sulit mendapatkan perawatan medis yang tepat. Ini menjadi latar belakang lahirnya proyek Say Pain!.

3 dari 4 halaman

Penerapan AAC di Korea

Proyek Say Pain! di Korea berjalan dengan berbagai upaya. Meliputi produksi dan distribusi buku cerita sederhana, produksi dan distribusi kartu AAC, serta mengoperasikan tim relawan pendidikan.

Kampanye Say Pain! membawa dampak sosial yang signifikan di Korea karena memungkinkan penyandang disabilitas perkembangan untuk menggunakan layanan medis sendiri.

Yoon Sena, yang berpartisipasi dalam kampanye ini pada 2021, sebelumnya tidak pernah ke rumah sakit meskipun dia merasa sakit. Ini karena disabilitas perkembangan yang disandangnya.

Dengan bantuan seorang mentor mahasiswa dari proyek tersebut, dia belajar bagaimana mengekspresikan gejalanya kepada dokter atau apoteker berdasarkan buku bergambar AAC tentang penyakit. Dia akhirnya bisa pergi ke apotek dan meminta obat yang tepat secara mandiri.

Kim Yuna, manajer dari Daewoong yang bertanggung jawab atas proyek Say Pain! mengatakan, guna mengatasi masalah komunikasi, di negara maju seperti Inggris dan Jepang, mereka memberikan kartu AAC untuk teman-teman dari anak berkebutuhan khusus (ABK).

“Agar mereka bisa menyampaikan rasa sakit yang dirasakannya kepada dokter atau tenaga medis agar dapat perawatan yang tepat."

4 dari 4 halaman

Penerapan di Indonesia

Program ini kemudian diterapkan di Indonesia. Tujuan utamanya yakni untuk membantu orang dengan disabilitas perkembangan mendapatkan layanan medis yang layak melalui komunikasi yang lancar, ketika mereka mengalami kesulitan mengekspresikan gejala atau rasa sakitnya.

Berdasarkan kasus-kasus yang berhasil di Korea, kampanye ini akan dilakukan guna meningkatkan kesadaran yang layak pada orang-orang dengan disabilitas perkembangan. Salah satunya dengan cara mengembangkan buku bergambar AAC yang disesuaikan dengan bahasa dan budaya Indonesia.

Selain berkolaborasi dengan organisasi dan pakar terkait di Korea dan Indonesia, proyek ini akan bekerja sama dengan mahasiswa Indonesia yang tertarik dengan isu-isu sosial.

Dipilih 20 duta mahasiswa sebagai 'Daewoong Social Impactor' untuk melaksanakan kampanye ini.

Sengho Jeon, CEO Daewoong Pharmaceutical mengatakan, pihaknya telah memproduksi buku-buku AAC bergambar yang disesuaikan agar dapat dipahami dengan mudah.

Buku-buku ini telah membantu berkomunikasi dengan dokter dan apoteker, membawa dampak yang signifikan bagi masyarakat.

“Kampanye “Say Pain!” yang baru saja dimulai di Indonesia, pasti akan membawa perubahan yang luar biasa melalui upaya talenta muda Indonesia yang menjanjikan,” pungkasnya.