Sukses

1 dari 7 Remaja Usia 10-19 Alami Masalah Kesehatan Mental Seperti Burnout dan Anxiety

Masalah kesehatan mental tak hanya bisa dialami oleh orang dewasa. Anak-anak atau remaja pun bisa mengalaminya.

Liputan6.com, Jakarta Masalah kesehatan mental tak hanya bisa dialami oleh orang dewasa. Anak-anak atau remaja pun bisa mengalaminya.

Laporan UNICEF yang berjudul The State of the World's Children 2021; On My Mind: promoting, protecting, and caring for children’s mental health mengungkap bahwa 1 dari 7 remaja berusia 10-19 tahun mengidap penyakit mental, seperti burnout dan rasa cemas atau anxiety.

Hal ini menunjukkan bahwa durasi fokus yang lama atau berkurangnya komunikasi tatap muka karena pandemi COVID-19 dapat memengaruhi keadaan siswa dan guru.

Bahkan, sebelum pandemi pun siswa dan guru tetap rentan terhadap burnout dan rasa cemas.

Kepala Pengajaran dan Pembelajaran, Cambridge Assessment International Education, Paul Ellis menyebutkan, ketidakpastian di tengah pandemi menjadi salah satu sumber gangguan pada kesehatan mental.

“Beberapa siswa sudah menderita rasa cemas yang melelahkan dengan adanya tekanan dari sekolah. Dalam keseharian di sekolah, terdapat juga tuntutan yang perlu mereka penuhi, terutama saat mempersiapkan ujian penting,” kata Paul mengutip keterangan pers Kamis (18/8/2022).

Beberapa siswa bisa saja merasa takut dengan jenis tes tertentu. Sementara beberapa siswa lainnya lebih percaya diri terhadap kemampuan akademis, motivasi, dan metode yang mereka gunakan untuk mengatasi situasi stres jika dibandingkan dengan orang lain.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Intervensi Dini

Selain itu, beberapa siswa bisa juga lebih rentan daripada yang lain terhadap pengaruh guru, orangtua, atau teman sebaya.

Pada saat di rumah, orangtua dapat memproyeksikan kecemasan mereka kepada anak, yang dapat mengakibatkan pelimpahan perasaan dan harapan kepada anak.

Solusi yang lebih baik adalah guru atau orangtua dapat memotivasi mereka sambil menunjukkan kasih sayang dan pengertian ketika terjadi masa-masa sulit.

“Tidak diragukan lagi beberapa masalah kesehatan mental memerlukan bantuan medis profesional, tapi, sekolah dapat mempertimbangkan intervensi dini untuk mengurangi kecemasan dalam kehidupan sehari-hari.”

Misalnya meninjau rutinitas sekolah dan mengevaluasi kembali tekanan pada kinerja siswa dengan memperkenalkan rencana penilaian yang seimbang.

Kinderfield Highfield School Bekasi telah memperkenalkan berbagai cara untuk meningkatkan wellbeing siswa.

Koordinator Non-Akademik dan Petugas Ujian Yasmine Hadiastriani berbagi pandangannya tentang bagaimana sekolah mendukung keseimbangan bagi murid.

Menurutnya, Kinderfield Highfield School Bekasi bermitra dengan Cambridge Assessment International Education (CAIE) untuk menerapkan kurikulum yang akuntabel.  

3 dari 4 halaman

Program Kesehatan Mental di Sekolah

Kurikulum ini juga terstandarisasi dan menghasilkan kualifikasi yang diakui secara internasional, yaitu Cambridge International General Certificate of Secondary Education (IGCSE).

Pada 2020, Yasmine dan staf lainnya melihat kelelahan yang dialami siswa selama pandemi. Mereka melihat kesempatan bahwa guru dapat berperan untuk membantu siswa mengatasinya.

Dengan demikian, sekolah dan guru membentuk program kesehatan mental untuk murid tingkat SMP dan SMA di Kinderfield Highfield School Bekasi.

Berikut beberapa kegiatan yang diterapkan yang bisa menjadi referensi untuk sekolah lain:

-Konseling

Siswa dapat menghadapi kesulitan di rumah atau merasa membutuhkan seseorang untuk diajak bicara. Oleh karena itu, penting untuk membentuk program konseling atau Bimbingan Konseling (BK) dengan konselor dan Psikolog.

Sekolah juga dapat mengintegrasikan kegiatan Pengembangan Pribadi dalam jadwal siswa di mana mereka dapat mendorong siswa untuk berdiskusi dengan konselor.

-Mentoring

Beberapa siswa bisa pula merasa mereka tidak berkembang dan membutuhkan bimbingan individu dari guru mereka. Di sinilah guru dapat memainkan peran penting sebagai mentor.

4 dari 4 halaman

Motivation Day

Di sekolah, siswa dapat memilih seorang guru untuk menjadi mentor dari kelompok siswa yang terdiri dari tiga orang untuk melakukan sesi diskusi. Dalam pertemuan tersebut, guru dapat menggali lebih dalam untuk memahami kesulitan atau tantangan yang dihadapi siswa saat ini.

-Hari Motivasi atau Motivation Day

Siswa kelas 10 dan 12 berada di puncak kelelahan selama masa ujian karena pelajaran tambahan dan belajar larut malam.

Dengan Hari Motivasi, sekolah dapat menyisihkan waktu untuk memberikan dukungan dan motivasi kepada siswa selama masa-masa yang penuh tekanan ini.

-Sesi Mindfulness

Bahkan dengan tekad yang kuat sekalipun, guru terkedang tidak dapat membantu siswa mengatasi masalah yang guru masih hadapi sendiri.

Kinderfield Highfield School Bekasi menjadikan sesi mindfulness ini sebagai sarana bagi siswa untuk menerapkan rasa syukur ke alam bawah sadar mereka dan menenangkan pikiran mereka saat mempersiapkan diri untuk masa ujian.

Sesi ini bermanfaat untuk menjaga kesehatan mental semua orang, di mana mengundang guru dan siswa untuk melakukan sesi bersama.