Sukses

Curhat Yayasan Disabilitas di Sidoarjo yang Alami Diskriminasi dan Pengusiran

Diskriminasi masih terjadi di dunia disabilitas. Bukan hanya pada penyandangnya, tapi juga pada yayasan atau organisasi yang melayani para difabel.

Liputan6.com, Jakarta Diskriminasi masih terjadi di dunia disabilitas. Bukan hanya pada penyandangnya, tapi juga pada yayasan atau organisasi yang melayani para difabel.

Salah satu yayasan disabilitas yang masih mengalami diskriminasi adalah Yayasan Ananda Mutiara Indonesia (Y-AMI) di Sidoarjo, Jawa Timur.

Menurut Ketua Umum Y-AMI, Yenni Darmawanti SE, pengurus dan para orangtua Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sudah kenyang dengan perlakuan diskriminatif dan perundungan. Mereka pun diberi label negatif oleh beberapa oknum di lingkungan masyarakat.

“Ya itu sudah menjadi makanan kami sehari-hari, soal bullying, dianggap aneh dan lainnya. Namun, kami tetap sabar dan itu menjadi tantangan kami untuk memberikan edukasi kepada mereka yang tidak paham rasanya mempunyai anak berkebutuhan khusus,” ujar Yenni kepada Disabilitas Liputan6.com melalui keterangan tertulis, Selasa (6/9/2022).

Selain di lingkungan pemukiman masyarakat, perlakuan diskriminatif juga masih sering didapatkan di tempat publik dan institusi pendidikan.

“Banyak kasus seperti itu, bahkan kami pernah diusir dari ruang rapat di DPRD Sidoarjo karena kami membawa anak-anak. Ya memang kami ajak untuk ikut rapat, karena enggak ada yang mengawasi mereka selama ditinggal,” ungkap Yenni.

Pengalaman pahit juga ia rasakan saat berkegiatan di Rumah Prestasi yang berada di Puri Surya Jaya Cluster Vancouver blok J9-10 Gedangan Sidoarjo.

Sebagai informasi, Rumah Prestasi adalah salah satu shelter Y-AMI yang berasal dari hibah pakai dari salah satu pengurus yayasan.

2 dari 4 halaman

Dianggap Mengganggu

Meski sudah disediakan tempat gratis untuk berkegiatan, tapi tak mudah bagi Y-AMI untuk menjalankan kegiatan di rumah tersebut.

“Tidak mudah kami berkegiatan di Rumah Prestasi, pasalnya ada beberapa pihak yang tidak setuju dengan keberadaan kami. Katanya kami mengganggu, dan rumah yang kami tempati hanya diperuntukkan hunian saja.”

“Bahkan kami pernah diusir. Meski ada juga yang tidak mempermasalahkan dan bahkan mendukung kami,” tambahnya.

Sementara itu, ketua LIRA Disability Care (LDC) Abdul Majid, mengaku sering mendapatkan laporan tindakan diskriminatif yang dialami oleh orangtua dan organisasi penyandang disabilitas.

Menurutnya, publik harus mulai menumbuhkan kepedulian sosial kepada penyandang disabilitas. Khususnya kepada anak-anak spesial di manapun mereka berada.

“Tidak boleh lagi ada perlakuan diskriminatif apalagi tindakan kekerasan dalam bentuk apapun kepada anak-anak. Karena mereka dilindungi oleh undang-undang,” kata Majid yang juga seorang penyandang disabilitas sensorik netra.

Lebih lanjut Majid menjelaskan, perlindungan khusus terhadap anak diatur dalam  perundang-undangan.

3 dari 4 halaman

UU Perlindungan Anak

Undang-undang yang membahas terkait perlindungan bagi anak termasuk anak disabilitas yakni:

-Pertama, Pasal 1, UU nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 TAHUN 2002 tentang perlindungan anak.

-Kedua, UU nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas pasal 5 (ayat 1)  menyebutkan 22 hak penyandang disabilitas khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan, berekspresi, habilitasi dan rehabilitasi. Lebih jauh diatur dalam  (ayat 3) yang menyebutkan bahwa anak penyandang disabilitas atau ABK memiliki hak:

a. Mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual.

b. Mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal.

c. Dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan.

d. Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak.

e. Pemenuhan kebutuhan khusus.

f. Perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan pengembangan individu.

g. Mendapatkan pendampingan sosial.

Berikutnya juga diatur dalam PP No 42 Tahun 2020 yang merupakan amanat dari UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Dalam aspek permukiman, pemerintah pusat dan daerah wajib mewujudkan aksesibilitas pada perumahan dan permukiman bagi penyandang disabilitas, lanjut Majid.

“Intinya kehadiran pemerintah secara nyata menjadi hal yang esensial untuk menjembatani gap yang harus segera diselesaikan demi terciptanya inklusi sosial, pungkasnya.”

4 dari 4 halaman

Sekilas Tentang Y-AMI

 

Sekilas tentang Y-AMI, ini adalah yayasan yang memberikan pemberdayaan kepada orangtua dan ABK di Kabupaten Sidoarjo.

Yayasan ini aktif memberikan pemberdayaan, pelatihan hingga khitan massal gratis kepada ratusan ABK di Kabupaten Sidoarjo dan Jawa Timur.

Visi Y-AMI adalah memberikan ruang yang inklusif kepada ABK dan orangtuanya agar tetap dapat berdaya.

“Sudah hampir tiga tahun kita berjuang, Alhamdulillah respons orangtua dengan ABK sangat positif. Karena mereka mengaku tidak banyak yayasan yang memberikan kesempatan luas seperti kami,” kata Yenni.

Menurut perempuan yang juga dikaruniai tiga putra berkebutuhan khusus itu, Y-AMI membuka banyak kelas untuk semua anak istimewa dan orangtuanya.

“Ada kelas menari, yoga, kreasi, pencak silat, haircut class, membaca Al-Quran metode wafa, calistung, kelas tata boga, jadwal terapi untuk ABK, hingga kelas parenting untuk orangtuanya,” papar Yenni.

Semua kelas yang dibuka oleh Y-AMI bersifat sukarela dan cenderung gratis. Pasalnya, kebanyakan kondisi perekonomian orangtua ABK tersebut masuk dalam kategori menengah ke bawah.

“Latar belakang ekonomi mereka menengah ke bawah, meski ada beberapa dalam kondisi baik dan mampu. Ya kita saling subsidi silang gitu deh.”

“Banyak orangtua ABK berstatus single parent ditinggal kabur suaminya karena tidak dapat menerima anaknya yang berkebutuhan khusus,” pungkasnya.