Liputan6.com, Jakarta Berbagai organisasi disabilitas di Indonesia terus berupaya membangun nilai inklusi di berbagai aspek kehidupan.
Salah satu upaya ini tengah dijalankan oleh lembaga Advokasi Inklusi Disabilitas (AUDISI) yang bergabung dalam program Partners for Inclusion: Localising Inclusive Humanitarian Response (PIONEER). Ini merupakan program lokalisasi respons kemanusiaan yang inklusif.
Baca Juga
Menurut Direktur AUDISI Yustitia Arief, pihaknya merupakan salah satu konsorsium dari program yang diusung oleh 4 organisasi ini.
Advertisement
“Kami (AUDISI) di level manajemen, di level ini kami menguji coba model PIONEER di Kabupaten Sigi dan Kabupaten Magelang.”
“Peran AUDISI di sini krusial banget karena pemahaman tentang partisipasi bermakna, peningkatan kapasitas, dan sebagainya itu kan kuncinya dari inklusi. Bagaimana memahami konsep disabilitas, bagaimana memahami inklusi nah ini memang tugas AUDISI di sini,” ujar Yustitia kepada Disabilitas Liputan6.com saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2022).
Dalam program ini, pihaknya bertugas untuk memberikan pemahaman soal paradigma yang baik dan tepat tentang hak asasi manusia, arti inklusi, untuk disabilitas dan lanjut usia (lansia).
“Program ini memang menyasar dua yaitu disabilitas dan lansia.”
Salah satu respons kemanusiaan yang disampaikan pada disabilitas dan lansia adalah terkait penanggulangan bencana alam. Pasalnya, disabilitas dan lansia merupakan kelompok rentan terdampak bencana karena tak mampu menyelamatkan diri.
“Kalau dalam bencana kita sering lihat, karena tidak adanya pengetahuan atau tidak terlibatnya penyandang disabilitas dan lansia dalam penanggulangan bencana, itu mereka jadi kelompok yang banyak korban.”
Sosialisasi Penanggulangan Bencana
Berbagai pengetahuan diberikan kepada penyandang disabilitas dan lansia dalam program ini. Contohnya terkait cara evakuasi ketika terjadi bencana.
Tah hanya disabilitas dan lansia, anggota keluarga serta masyarakat juga perlu tahu bagaimana cara mengevakuasi disabilitas dan lansia.
“Dan disabilitasnya juga harus terlibat dalam setiap prosesnya, tidak hanya pada saat bencana tapi juga sebelum bencana mereka juga ikut memberikan pelatihan dan pemahaman tentang hak mereka.”
Dengan kata lain, para disabilitas tidak hanya diajarkan untuk menyelamatkan diri saat bencana tapi juga mengajarkan orang lain terkait cara yang tepat saat menyelamatkan orang dengan disabilitas.
“Selain cara evakuasi, cara pendataan juga penting, kan mereka (masyarakat lokal) yang paling tahu siapa saja tetangga mereka yang menyandang disabilitas.”
“Kalau masyarakat menjadi advokat-advokat lokal di wilayah masing-masing kan akan membuka mata banyak orang untuk tidak meninggalkan penyandang disabilitas saat terjadi bencana.”
Kabupaten Sigi dan Magelang sendiri dipilih sebagai lokasi program lantaran keduanya menjadi lokasi yang rawan bencana. Seperti gempa dan gunung meletus.
Advertisement
Terkait Program PIONEER
PIONEER merupakan program kolaborasi Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia and the Philippines, Humanitarian Forum Indonesia, Resilience Development Initiative (RDI) dan Advokasi Inklusi Disabilitas (AUDISI).
Ini adalah program untuk melokalisasi respons kemanusiaan inklusif dengan membangun kemitraan kelembagaan antara Organisasi Perangkat Desa (OPD) dan organisasi kemanusiaan lokal. Model ini bertujuan meningkatkan inklusi, kualitas, dan akuntabilitas program respons kemanusiaan. Dengan cara menciptakan ruang bagi OPD dan organisasi kemanusiaan untuk bersama-sama merancang, menyampaikan, memantau dan mengevaluasi program kemanusiaan.
Model tersebut dibangun di atas keberhasilan konsep “lokalisasi bantuan” yang diperkenalkan melalui Grand Bargain Agreement. Ini ditopang oleh semangat revolusi partisipasi penyandang disabilitas dan lanjut usia melalui kemitraan yang setara dengan para pelaku kemanusiaan lokal.
Ada tiga komponen utama dalam program PIONEER yakni:
- Kemitraan Inklusi
Komponen ini melibatkan pengembangan kemitraan kolaboratif antara organisasi kemanusiaan lokal dan OPD.
Perjanjian kemitraan akan mempertimbangkan hubungan kerja yang setara dan timbal balik, prinsip dan kriteria inklusif, dan mekanisme pemantauan dan umpan balik yang transparan dan spesifik budaya.
Komponen Berikutnya
Komponen berikutnya adalah:
- Penguatan Kapasitas
Penguatan kapasitas mencakup serangkaian paket kerja (modul) untuk menyadarkan dan memperkuat kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan untuk memulai dan mengelola respons kemanusiaan yang berkualitas tinggi, inklusif dan akuntabel.
Fitur yang disorot dari komponen ini adalah pembagian kapasitas di antara organisasi kemanusiaan dan OPD, yang keduanya memiliki keahlian teknis yang kaya dalam pekerjaan masing-masing.
Selanjutnya, jaringan antara PIONEER dan aktor lokal lainnya dalam wilayah sasaran akan ditingkatkan untuk memungkinkan kapasitas bersama dan mendorong praktik kolaboratif yang lebih luas.
- Partisipasi Bermakna
Komponen ini melibatkan intervensi lapangan yang dirancang sebagai “laboratorium perubahan” untuk organisasi kemanusiaan lokal dan OPD menjalankan pembelajaran mereka dan berkontribusi secara bermakna untuk memengaruhi nilai inklusi pada program kemanusiaan yang ada.
Revolusi partisipasi ini menargetkan perubahan pada tingkat perencanaan dan kebijakan serta penyampaian program kemanusiaan yang inklusif di tingkat lapangan. Termasuk juga pelibatan disabilitas dan lansia dalam program kemanusiaan.
Program ini dilakukan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah selama satu tahun.
Advertisement