Sukses

Heboh Kasus Bullying Disabilitas oleh Pelajar SMA di Cirebon, Begini Tanggapan KND

Kasus bullying atau perundungan terhadap penyandang disabilitas kembali terjadi. Kabar tak menyenangkan kali ini datang dari remaja disabilitas asal Cirebon, Jawa Barat.

Liputan6.com, Jakarta Kasus bullying atau perundungan terhadap penyandang disabilitas kembali terjadi. Kabar tak menyenangkan kali ini datang dari remaja disabilitas asal Cirebon, Jawa Barat.

Kasus ini mencuat setelah video perundungan menyebar di media sosial dan menjadi viral. Dalam video itu, sekelompok remaja berseragam SMA tanpa ampun melakukan kekerasan fisik pada korban.

Mereka menekan-nekan punggung korban dengan sepatu, lalu menginjak-injak pundak korban.

Aksi perundungan itu kemudian menuai perhatian khusus dari ketua Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (KND-RI) Dr. Dante Rigmalia,M.Pd.

Menurutnya, aksi perundungan tersebut tidak mencerminkan rasa kemanusiaan dan tidak mencerminkan citra pelajar yang harusnya terdidik.

Terlebih, hal tersebut dilakukan oleh sekelompok siswa berseragam SMA yang bersekongkol melakukan perundungan kemudian ditonton dan bahkan divideokan.

“Atas nama KND-RI, kami sangat menyesalkan kejadian ini dan mengutuk keras kasus perundungan yang menimpa penyandang disabilitas di Cirebon," kata Dante dalam keterangan pers yang dibagikan kepada Disabilitas Liputan6.com Minggu (25/9/2022).

Sebagai komisioner Komnas Disabilitas yang memiliki pengalaman sebagai praktisi pendidikan, Dante melihat kasus tersebut harus dijadikan bahan diskusi publik.

Diskusi mengenai hal ini dapat dilakukan khususnya di ranah institusi pendidikan mulai dari pendidikan usia dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/ Kejuruan (SMA/ SMK) hingga jenjang Perguruan Tinggi.

“Kepedulian terhadap disabilitas (disability awareness) harus ditanamkan sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga lalu di lingkungan sekolah.”

2 dari 4 halaman

Pesan untuk Mendikbud Ristek

Dante meyakini bahwa institusi pendidikan memiliki potensi besar untuk mengarahkan peserta didik untuk memiliki kepedulian terhadap penyandang disabilitas.

"Karena institusi pendidikan adalah salah satu tempat di mana banyak anak berkumpul untuk belajar mengembangkan  potensi diri," katanya.

Dalam keterangan yang sama, Dante juga menyampaikan pesan khusus untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Makarim.

Ia meminta Nadiem agar dapat meninjau secara serius kasus-kasus yang terjadi seperti perundungan yang terjadi di kota Cirebon yang dilakukan oleh peserta didik SMA.

Wanita yang juga menyandang disleksia ini meminta implementasi kebijakan pendidikan harus dilaksanakan dengan lensa kebijakan yang inklusif. Ini dapat dilakukan dengan membangun pengetahuan pemahaman serta kesadaran semua pihak dalam ekosistem pendidikan terhadap keberagaman yang dimiliki oleh setiap individu termasuk keadaan karena disabilitasnya.

"Kondisi disabilitas adalah hal yang harus dihormati dan dihargai serta dilindungi."

3 dari 4 halaman

Program Merdeka Belajar

Masih kata Dante, ia menjelaskan bahwa program Merdeka Belajar dan Pelajar Pancasila (bangga punya Pancasila) yang dikampanyekan oleh  Nadiem Makarim sangat relevan untuk mencetak jiwa-jiwa pelajar yang berkualitas.

Program tersebut berusaha melahirkan pelajar yang mempunyai akhlak mulia, kepedulian, toleransi, dan tanggung jawab sosial yang tinggi di tengah masyarakat.

Menurut Dante, ini bisa menjadi modal baik untuk memajukan pendidikan Indonesia.

“Ini modalitas pendidikan yang sangat baik," ujar Dante.

Lebih rinci Dante menyebutkan, Pelajar Pancasila memiliki 6 profil. Pertama beriman, bertakwa kepada Tuhan, dan berakhlak mulia, kedua mandiri, ketiga gotong royong, keempat berkebinekaan global, kelima bernalar kritis, dan keenam kreatif.

“Seyogyanya program inovatif ini dapat diimplementasikan dengan baik, mereduksi sikap-sikap yang tidak sejalan dengan profil Pelajar Pancasila.”

4 dari 4 halaman

Menciptakan Iklim Inklusif

Lebih lanjut Dante menjelaskan, bahwa edukasi atau penyadaran dan sikap sensitivitas terhadap penyandang disabilitas harus dibangun di berbagai kalangan. Baik di kalangan pendidik-tenaga kependidikan, kalangan peserta didik, orangtua, masyarakat, maupun semua yang ada dalam ekosistem pendidikan.

“Iklim inklusif harus diwujudkan di institusi pendidikan baik dalam program intrakurikuler maupun program ekstrakurikuler, sehingga semua pihak baik disabilitas maupun non-disabilitas, dapat berbaur dan mendapatkan hak yang sama.”

Literasi tentang disabilitas juga harus mulai dibangun dan dibuat dalam berbagai bahan bacaan yang digunakan oleh peserta didik dan pendidik-tenaga kependidikan di sekolah.

Hal ini bertujuan agar semua paham bahwa disabilitas itu adalah keberagaman individu. Sama halnya dengan keberagaman suku, budaya, agama, potensi yang harus dihormati, dihargai, diakui dan diberi akomodasi layak sesuai dengan kebutuhannya, paparnya menambahkan.