Liputan6.com, Jakarta Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengembangkan produk early warning system (EWS) yang bersifat inklusif untuk penyandang disabilitas.
Ketua Tim Pengabdian Dosen D-3 Teknik Informatika Sekolah Vokasi (SV) UNS Fendi Aji Purnomo di Solo, Jawa Tengah, Selasa, mengatakan SV UNS bersama Pusat Studi Bencana (PSB) UNS mengembangkan alat peringatan dini banjir di Dusun Pecakaran, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Baca Juga
Menurut dia, produk terapan peringatan dini banjir atau EWS inklusi ini memiliki fitur alarm yang diberikan kepada masyarakat difabel apabila terjadi kenaikan level air. Ia mengatakan fitur alarm ini berupa sirine dan lampu indikator.
Advertisement
"Dengan sistem peringatan dini tersebut diharapkan masyarakat difabel dan komunitas tersebut dapat menerima peringatan dini banjir," katanya, dikutip Antara, Kamis (20/10/2022).
Ia mengatakan produk terapan alat EWS inklusi banjir tersebut dikembangkan menggunakan LoRA yang merupakan sistem komunikasi nirkabel untuk Internet of Things (IoT). LoRA menawarkan komunikasi secara jarak jauh dan berdaya rendah.
"Dengan teknologi ini maka biaya bulanan seperti pulsa sudah tidak perlu dilakukan. Catu daya EWS diambil dari tenaga matahari dan disimpan sehingga dapat beroperasi 24 jam," katanya.
Ia mengatakan, kegiatan pengabdian implementasi EWS inklusi tersebut diawali dengan observasi bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pekalongan dan Pemerintah Desa (Pemdes) Pecakaran.
Selain itu, dilakukan pula penentuan titik rawan banjir, pemasangan alat EWS banjir, uji coba, kalibrasi level peringatan, serta sosialisasi cara kerja alat EWS banjir, dan cara perawatan alat kepada masyarakat Desa Pecakaran.
"Dukungan oleh pemerintah setempat sangat besar dalam implementasi alat EWS banjir di Desa Pecakaran dan diharapkan dapat membantu warga dalam peringatan dini sehingga masyarakat dapat bersiap-siap apabila terjadi kenaikan level air," katanya.
Â
Pentingnya Alat Bantu bagi Difabel
Para penyandang disabilitas dengan berbagai ragamnya membutuhkan alat dan teknologi bantu untuk memudahkan kehidupan sehari-hari.
Alat bantu disabilitas memiliki berbagai jenis seperti kursi roda, kruk, Alat Bantu Dengar (ABD), kaki atau tangan palsu, dan lain-lain. Di era digital, alat bantu didukung pula oleh berbagai teknologi yang semakin berkembang. Contohnya, aplikasi pembaca layar bagi disabilitas netra yang kemudian digolongkan sebagai teknologi bantu.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) alat bantu umumnya dianggap sebagai sarana untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan masyarakat luas dengan pijakan yang sama dengan orang lain.
Tanpa alat bantu, para penyandang disabilitas bisa mendapat pengucilan, berisiko terisolasi, hidup dalam kemiskinan, mungkin menghadapi kelaparan, dan dipaksa untuk lebih bergantung pada dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Menurut Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, alat dan teknologi bantu adalah pengubah hidup khususnya bagi penyandang disabilitas. Pasalnya, dengan alat dan teknologi bantu, penyandang disabilitas bisa melakukan berbagai hal yang awalnya tak dapat mereka lakukan.
Advertisement
Mendorong Generasi Muda Difabel Jadi Aktif
Dampak positif yang bisa didapat dari alat bantu lebih dari sekadar meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, partisipasi, dan inklusi pengguna individu. Keluarga dan masyarakat juga mendapat manfaat.
Misalnya, memperbesar akses ke produk bantuan yang terjamin kualitasnya, aman dan terjangkau mengarah pada pengurangan biaya kesehatan dan kesejahteraan, seperti rawat inap berulang kali atau tunjangan negara.
Alat bantu juga mendorong angkatan kerja yang lebih produktif, yang secara tidak langsung merangsang pertumbuhan ekonomi.
Akses ke teknologi bantu untuk anak-anak penyandang disabilitas sering kali merupakan langkah pertama untuk perkembangan masa kanak-kanak. Teknologi bantu mempermudah akses ke pendidikan, partisipasi dalam olahraga dan kehidupan sipil, dan bersiap-siap untuk pekerjaan seperti rekan-rekan mereka.
Anak-anak penyandang disabilitas memiliki tantangan tambahan karena pertumbuhan mereka yang membutuhkan penyesuaian atau penggantian alat bantu secara berkala.
Misalnya pada penyandang disabilitas fisik. Anak yang mengalami pertumbuhan tidak dapat mengenakan kaki palsu yang lama lantaran ukurannya sudah tidak sesuai. Penggantian alat bantu kaki palsu perlu dilakukan sesuai ukuran yang cocok bagi anak seiring bertambah usia.Advertisement
Harga Alat Bantu Disabilitas Tak Terjangkau
Dalam keterangan yang sama, Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell mengatakan bahwa hampir 1 Miliar penyandang disabilitas tidak mendapatkan akses pada alat bantu. Pasalnya, alat bantu di berbagai belahan dunia acap kali dibanderol dengan harga yang tidak terjangkau.
Keterjangkauan adalah hambatan utama untuk mengakses alat bantu disabilitas. Sekitar dua pertiga orang dengan alat bantu melaporkan bahwa mereka membeli alat itu dengan uang sendiri.
Difabel lainnya melaporkan bahwa mereka harus mengandalkan keluarga dan teman-teman untuk mendukung kebutuhan finansial mereka.
Sebuah survei terhadap 70 negara yang ditampilkan dalam laporan tersebut menemukan kesenjangan besar dalam penyediaan layanan dan tenaga kerja terlatih untuk teknologi bantu, terutama dalam domain kognisi, komunikasi, dan perawatan diri.
Survei sebelumnya yang diterbitkan oleh WHO mencatat kurangnya kesadaran dan harga yang tidak terjangkau, kurangnya layanan, kualitas produk yang tidak memadai, jangkauan dan kuantitas, dan tantangan pengadaan dan rantai pasokan sebagai hambatan utama.
Advertisement