Sukses

Difagana, Bentuk Kontribusi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana

Anggota Disabilitas Siaga Bencana (Difagana) Arie Wisesa Pratama menceritakan pengalamannya saat menjadi relawan siaga bencana gempa bumi di Palu.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Disabilitas Siaga Bencana (Difagana) Arie Wisesa Pratama menceritakan pengalamannya saat menjadi relawan siaga bencana gempa bumi di Palu.

Saat gempa terjadi, ia mengaku jantungnya berdebar kencang dan takkan melupakan momen tersebut. Dorongan menjadi relawan bencana timbul lantaran ia sendiri harus kehilangan tangan kanannya setelah mengalami bencana gempa di Yogyakarta pada 2006.

Di sisi lain, menjadi relawan tanggap bencana menjadi hal yang luar biasa bagi pria usia 28 itu. Seperti Arie yang menyandang disabilitas daksa, anggota Difagana lainnya juga penyandang disabilitas.

Disabilitas yang disandang para anggota Difagana tidak menghalangi jiwa sosial dalam membantu sesama terutama dalam situasi bencana.

Difagana merupakan salah satu organisasi relawan di bawah Kementerian Sosial. Mereka terbentuk tahun 2017 atas inisiasi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Difagana menjadi implementasi amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 109 ayat 3 bahwa penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam penanggulangan bencana.

Partisipasi penyandang disabilitas juga diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2020 pasal 22 ayat 1 bahwa penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) dapat mengikutsertakan penyandang disabilitas dan pihak lainnya.

Difagana memiliki kaitan pula dengan Sahabat Taruna Siaga Bencana (Tagana). Dalam praktiknya, Difagana menjalankan tugas kemanusiaan tanggap bencana untuk melakukan pendataan para penyandang disabilitas di lokasi bencana. Ini termasuk pendataan kebutuhan alat bantu, pengelolaan shelter pengungsian, manajemen logistik, dapur umum, layanan dukungan psikososial dan edukasi.

2 dari 4 halaman

Dilatih untuk Kontribusi di Situasi Bencana

Para anggota dilatih untuk berkontribusi di situasi bencana dalam berbagai aspek.

"Misal di dapur umum, kita dilatih untuk memanajemen logistik yang diperlukan bagi sejumlah pengungsi. Jadi fokus di pengelolaan shelter pengungsian termasuk membangun tenda," kata Arie mengutip keterangan pers Kemensos, Jumat (28/10/2022).

Sebanyak 121 anggota Difagana yang telah direkrut sejak 2017 ini mendapat pelatihan langsung dari Tagana sebagai Pilar Sosial di bawah naungan Kementerian Sosial.

"Teman-teman Difagana ini dimentori oleh Tagana. Mereka bisa mendirikan tenda selama 7 menit. Demo ini dilakukan saat ulang tahun Tagana di Kebumen," kata Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta, Sigit Alifianto dalam keterangan yang sama.

3 dari 4 halaman

Menjalankan Misi Kemanusiaan

Difagana menjalankan misi kemanusiaan pertamanya saat bencana Gempa Bumi di Lombok pada Juli 2018 serta Gempa Bumi dan Tsunami di Palu pada September 2018 selama 40 hari.

Kehadiran Difagana mendapat apresiasi. Penanganan penyandang disabilitas di kondisi bencana menjadi efektif ketika menggunakan konsep peer to peer (komunikasi dua arah).

Difagana juga telah digaungkan namanya di dunia internasional. Arie menjadi perwakilan Indonesia di acara The Asian Local Leaders Forum For Disaster Resillience (ALL4DR) di Brisbane, Australia pada 20 September 2022.

Di forum Internasional ini, Arie menjadi pembicara tentang upaya yang dilakukan Difagana, mengenalkan aplikasi Difagana Disaster Emergency Support (Difgandes) dan harapan Difagana ke depan.

4 dari 4 halaman

Aplikasi Difgandes

Aplikasi Difgandes ini berfungsi untuk mempermudah akses informasi bagi penyandang disabilitas netra dan rungu wicara terkait kebencanaan.

Di aplikasi ini juga tersedia data masyarakat rentan di suatu wilayah dan karakteristik fisik maupun rekam medis secara umum. Sehingga saat di pengungsian, data sudah tersedia dan memudahkan pemenuhan kebutuhannya.

Selain menjadi pembicara, Arie pun mendapat kejutan penghargaan sebagai Local Champion. Penghargaan ini diberikan atas keberanian, semangat, dan tekadnya yang tiada henti untuk bekerja dalam ketahanan bencana di komunitas.

"Langkah Difagana ini harapannya bisa merubah mindset masyarakat bahwa penyandang disabilitas adalah subyek, bukan obyek. Ke depan, perlu sama-sama diskusi membangun kebijakan yang ramah disabilitas," kata Arie.

Di sisi lain, Sigit mengungkapkan harapannya agar jumlah Difagana bertambah.

"Kita punya harapan Difagana ini bisa kita tambah lagi jumlahnya, khususnya di DIY. Caranya dengan mewajibkan setiap tim Kampung Siaga Bencana (KSB) ada penyandang disabilitasnya. Ini yang akan menjadi embrio Difagana selanjutnya," kata Sigit.