Sukses

Tak Hanya Kondisi Bawaan, Disabilitas Netra Juga Bisa Dipicu Pola Tidur Buruk

Disabilitas netra tidak hanya bisa disandang seseorang sejak lahir. Ada berbagai faktor yang bisa meningkatkan risiko kebutaan total pada orang yang awalnya non disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Disabilitas netra tidak hanya bisa disandang seseorang sejak lahir. Ada berbagai faktor yang bisa meningkatkan risiko kebutaan total pada orang yang awalnya non disabilitas.

Salah satu faktor itu adalah pola tidur yang buruk. Dalam studi baru yang diterbitkan di British Medical Journal (BMJ) Open, pola tidur buruk bisa meningkatkan risiko glaukoma dan berujung pada kebutaan total.

Glaukoma adalah kondisi mata umum di mana saraf optik yang menghubungkan mata ke otak rusak. Kondisi ini dapat menyebabkan kebutaan total jika tidak diobati sejak dini.

Glaukoma dikenal sebagai penyebab utama kebutaan dan diperkirakan akan memengaruhi sekitar 112 juta orang di dunia pada 2040, melansir New York Post.

Para ilmuwan mempelajari 409.053 orang berusia 40 hingga 69 tahun dari UK Biobank atau basis data biomedis berskala besar. Penelitian dimulai antara 2006 dan 2010.

Para peserta memberikan rincian tentang perilaku tidur mereka kepada para peneliti yang mempertimbangkan informasi tersebut.

Informasi itu mengandung variabel latar belakang seperti usia, jenis kelamin, gaya hidup, berat badan, etnis, pendidikan dan lokasi. Mereka yang tidur antara tujuh dan sembilan jam setiap hari diklasifikasikan sebagai orang dengan tidur yang sehat.

“Peneliti menemukan 8.690 kasus glaukoma setelah 10,5 tahun memantau peserta,” mengutip New York Post, Senin (7/11/2022).

2 dari 4 halaman

Pria Tua Lebih Mungkin

Laki-laki yang lebih tua lebih mungkin didiagnosis dengan glaukoma. Mereka yang perokok dan memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes juga lebih mungkin mengidap glaukoma.

Studi yang didanai oleh National Science Foundation of China ini juga menemukan bahwa tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, insomnia, mendengkur dan sering mengalami kelelahan di siang hari lebih mungkin untuk mengembangkan glaukoma.

Mereka yang mendengkur memiliki peluang 4 persen lebih tinggi untuk terkena penyakit ini, dan mereka yang mengalami kantuk di siang hari memiliki risiko 20 persen lebih tinggi.

Mereka yang berada dalam kategori ini 10 persen lebih mungkin untuk benar-benar mengidap glaukoma.

Faktor utama yang ditemukan para ahli untuk temuan penelitian ini adalah tekanan pada mata saat berbaring. Sleep apnea dan mendengkur dapat menyebabkan seseorang mengambil kadar oksigen yang rendah, yang dapat merusak saraf di mata dan menyebabkan glaukoma.

3 dari 4 halaman

Insomnia hingga Kecemasan

Insomnia juga merupakan faktor dalam mengembangkan glaukoma karena hormon tidur terpengaruh. Depresi dan kecemasan juga biasanya terkait dengan insomnia dan dapat meningkatkan tekanan internal di mata.

Karena perilaku tidur dapat dimodifikasi, temuan ini menggarisbawahi perlunya intervensi tidur untuk individu yang berisiko tinggi glaukoma.

Profesor di Pusat Data Besar Biomedis China Barat Universitas Sichuan sekaligus rekan penulis studi Dr. Huan Song, mengatakan bahwa skrining oftalmologis juga perlu dilakukan.

Ini merupakan skrining untuk mengetahui kondisi mata dan menemukan kelainan pada mata jika ada. Skrining ini cocok dilakukan pada individu dengan masalah tidur kronis untuk membantu mencegah glaukoma.

Namun, para peneliti mengakui bahwa ada kemungkinan glaukoma itu sendiri memengaruhi pola tidur seseorang, bukan sebaliknya.

Para ahli mengatakan bahwa mereka yang memiliki risiko lebih besar terkena glaukoma harus ditawarkan "intervensi tidur" dan mereka yang memiliki kebiasaan tidur yang buruk harus menjalani pemeriksaan mata.

"Temuan ini menggarisbawahi perlunya terapi tidur pada orang yang berisiko tinggi terkena penyakit ini serta pemeriksaan mata di antara mereka yang memiliki gangguan tidur kronis untuk memeriksa tanda-tanda awal glaukoma," kata Song.

4 dari 4 halaman

Faktor Risiko Lainnya

Selain pola tidur yang buruk, ada beberapa faktor risiko glaukoma lainnya. Ini sebagian besar memengaruhi orang dewasa di atas 40 tahun. Namun, orang dewasa muda, anak-anak, dan bahkan bayi dapat memilikinya.

Beberapa faktor risiko itu adalah:

- Keturunan Afrika-Amerika, Irlandia, Rusia, Jepang, Hispanik, Inuit, atau Skandinavia

- Usia lebih dari 40 tahun

- Memiliki riwayat keluarga glaukoma

- Mengidap rabun jauh atau rabun dekat

- Memiliki penglihatan yang buruk

- Diabetes

- Minum obat steroid tertentu seperti prednison

- Minum obat tertentu untuk mengontrol kandung kemih atau kejang, atau obat flu yang dijual bebas

- Pernah mengalami cedera pada mata

- Memiliki kornea yang lebih tipis dari biasanya

- Memiliki tekanan darah tinggi, penyakit jantung, atau anemia, seperti mengutip Webmd.